Senin, 25 Mei 2015

Aku dan cita-citaku



@NurilmiwidyaN
Setiap orang pasti punya masalah kan? Artis yang kita kira hidupnya sudah sempurna saja punya masalah tersendiri. Setiap orang punya masalah, tapi isi hidupnya tidak masalah semuanya kan? Ada saatnya tersenyum, marah, sedih, panik, bingung, dan banyak lagi deh ekspresi hidup manusia. Tapi kita disini tidak akan membahas tentang ekspresi, juga tidak membahas tentang masalah orang lain karena masalah kita sendiri saja tidak selesai. Oke, berhenti berbahasa formal.
Ini ceritaku, tentang impianku. Dulu waktu aku kecil, waktu masih esde, guru-guru esdeku pada iseng nanya,”Wiwid nanti mau jadi apa?” serius, waktu pertama kali ditanya bingung naudzubillah. Akhirnya mulai deh mikirin cita-cita. Namnya anak kecil gitu ya, liat orang keren dikit langsung deh jadi pengen kayak orang itu. misalnya, nih aku kasih contoh, waktu itu nonton berita atau liputan kali ya namanya tentang dokter. Terus tipinya munculin gambar dokter lagi menjelaskan sesuatu gitu, trus dia nyuntik orang, duh kelihatannya pinter banget deh, nah mulai pengen jadi dokter.
Berikutnya, aku melihat polisi wanita yang cantik dengan seragamnya, wah keren banget tuh, jadi pengen jadi polwan. Lihat pramugari lagi nerangin sesuatu ke penumpangnya pakai bahasa inggris, widiih cakep euy, apalagi seragamnya yang keren abis menurut aku. Jadi mulai pengen jadi pramugari. Lihat baju-baju cantik di toko mulai pengen jadi penjahit (waktu itu belum ngerti yang namanya desainer). Kalau disebutin banyak banget deh cita-cita yang sempat masuk di otakku.
Nah, mulai masuk sekolah menengah pertama (aku masuk MTs dulu) aku mulai ngelupain yang namanya cita-cita. Tapi sebenarnya, mulai disinilah aku mulai mengerti cita-cita. Aku sering mengunjungi perpustakaan daerah di kotaku. Disana ada banyak novel-novel yang ceritanya membuat imajinasiku terbuka lebar seolah selama ini tertutup rapat. Selesai membaca novel, aku mulai menulis cerita-cerita panjang. Waktu itu belum ada laptop lho, jadi aku tulis tangan. Capek memang tapi rasaya tuh puas. Oh iya, lupa sebenarnya waktu pertama nulis aku mulai dengan menulis ulang novel yang sudah aku baca dengan diganti namaku dan nama gebetanku. Buku tempat menulisnya ku simpan hati-hati loh, supaya nggak ketahuan sama temanku, malu dong. Pernah dibaca mamaku loh, kaku ditempat diledekin sama mama sendiri. Cerita-cerita itu pokoknya aku impan sendiri. Terus aku pindah kos dan bukunya nggak tau kemana.
Di SMA aku mulai memikirkan masa depanku. Aku tertarik dengan bahasa inggris, terutama ketika MTs guru-guru bahasa inggris yang mengajarku kreatif semua, kagum ngeliatnya. Meskipun pas SMAnya guru bahasa inggrisnya nggak semangat banget ngajarnya, aku tetap suka sama bahasa inggris. Mulailah aku merancang cita-citaku yang sebenarnya. Aku bercita-cita menjadi guru bahasa inggris sekreatif guruku dulu, sekaligu ingin menjadi penulis, menulis disela-sela waktu senggangku sebagai guru, menulis novel yang akan jadi best seller,berisi karakter-karakter yang membuat orang tersenyum sendiri , menyenangkan untuk dibaca, dan difilmkan. Benar-benar cita-cita yang sempurna. Aku akan mengadakan bimbel untuk menambah penghasilan,  dan malamnya aku akan memikirkan tema-tema cerita yang indah.
Aku mulai membicarakannya pada orang tuaku tentang impianku jadi guru bahasa inggris, tapi jadi penulis novel aku belum mengatakannya. Bukan karena apa-apa, aku cuma malu menyebutnya. Mereka setuju. Oke, aku tidak mempunyai masalah saat itu. Tapi, ketika kelas 3 ayahku mulai menanyakan tentang universitas apa yang mau ku masuki. Dengan yakin aku menjawab “Universitas Negri, jurusan bahasa inggris.” Toh, kemarin-kemarin dia setuju kan. Tapi, jawabannya kali ini bikin aku kalut. “Kenapa nggak coba tes masuk kebidanan aja? Tes ya, kalau lulus masuk situ aja,” Blam!! Rasanya tuh kayak ketelen bomnya Hitler terus meledak bareng badanku.
Tidak ada masalah memang, aku jurusan IPA, tinggi badan mencukupi, biaya kalau ayahku menawarkan berarti dia punya biayanya kan? Tapi masalahnya aku sama sekali tidak tertarik jadi bidan. Bayangkan, aku harus membantu orang melahirkan, menyuntik, memeriksa penyakit-penyakit. Aku bukan orang penjijik, bukan orang takut kotor juga, tapi aku tidak pernah berpikir untuk bermain dengan nyawa orang seperti bidan itu, meskipun dulu sempat kepikiran jadi dokter, bukan berarti aku benar-benar ingin jadi dokter atau orang kesehatan lainnya. Lagipula, jadi bidan kan sibuk, gimana caranya aku bisa menyelesaikan tulisanku kalau aku sibuk? Terus, kata orang jadi bidan itu bisa dibangunin orang waktu tidur, aku kan kalau udah tidur nggak bisa dibangunin dengan mudah.
Hingga kini masalahku belum terpecahkan. Aku betul-betul tidak ingin punya pekerjaan yang beresiko besar itu. Namun, sebenarnya apapun pekerjaan kita kelak, yang penting kita punya cita-cita dari sekarang. Meskipun nantinya entah kesampaian atau tidak, yang penting kita punya cita-cita dan berusaha dengan sekuat tenaga agar bisa tercapai. Dan ingat juga, cita-cita adalah sesuatu yang bisa kita lakukan, bukan sesuatu yang harus kita lakukan, karena sesuatu yang harus kita lakukan belum tentu bisa kita lakukan. Daripada merugikan banyak orang dengan sesuatu yang tidak bisa kita lakukan, lebih baik mengsah segala apa yang kita bisa sehingga menyenangkan banyak orang bukan?

1 komentar:

My Little Sistaa

My Little Sistaa
Her name is Nur Alvina Ilyas, born : Kuala Tungkal city, 7 November 2010 , 2:00 AM.