Senin, 25 Mei 2015

Kamu Ternyata..



“Rena tunggu!” sebuah suara mengagetkanku aku menoleh. Dan ternyata suara itu suara sahabat dekatku Nayla. Ia berlari kecil sambil memegang rambut panjangnya yang indah supaya tidak berantakan.
“Duh cepat sekali sih kamu jalan!” katanya ketika sudah sampai di sebelahku. Aku tersenyum. Ia menatapku dengan bulu matanya yang panjang dan lentik. Nayla selalu membuatku iri dengan semua keindahan tubuh dan wajah yang dimilikinya. Rambutnya panjang sepunggung hitam dengan poni kesamping. Tubuhnya putih tinggi tanpa lemak di paha dan di betis. Bibirnya selalu merona, hidungnya mancung, matanya indah, giginya putih dan rapi. Dan yang lebih penting dia modis. Selalu memakai bando atau pita yang manis di rambutnya, memakai tas dengan warna-warna indah, sepatu yang bagus. Sempurna sekali deh. Dan entah kenapa aku adalah kebalikan darinya. Aku berkulit gelap, rambutku pendek sebatas kuping, wajahku kusam meskipun tanpa jerawat, bibirku selalu kering,hidungku tidak semancung hidungnya, di tambah lagi aku berkacamata berbingkai bulat. Tasku berwarna hijau kusam, sepatuku butut sekali, rambut pendekku terlihat kusam, pokoknya aku sadar kalau aku jelek. Tapi kebruntunganku adalah Nay, masih mau jadi sahabatku.  Walau kadang menyebalkan jika ada kejadian kami berjalan berdua, dan cowok-cowok nakal berkata, “ Yang satunya cantik banget, yang satunya lagi jijay deh..” diiringi dengan tawa mereka. Aku langsung merengut marah. Tapi nay menyabarkanku.
***
Hari ini seperti biasanya, pulang sekolah aku menjaga toko bunga milik keluargaku. Aku menjaga sambil membaca buku novel  remaja kesukaanku yang ku pinjam dari Nay, aku tidak punya membeli hal-hal yang tidak penting kata ibuku ini. Hari inilah pertama kalinya aku merasakan debaran jantungku bertambah dua kali lipat. Persis seperti cerita ketika tokoh utamanya sedang jatuh cinta. Aku rasa aku juga jatuh cinta. Aku terkantuk-kantuk membaca novel yang saat ini kubaca, judulnya cinderella journey. Menarik tapi aku sangat ngantuk sekarang. Sebuah suara tiba-tiba saja menghilangkan kantukku.
“Ada bunga mawar putih?” tanya suara itu. aku mendongak. Ting! Rasanya waktu berhenti saat itu. membiarkanku menyusuri wajah makhluk indah dihadapanku. Tatapan matanya meneduhkan hatiku, rambutnya acak-acakan tapi tetap tampan. Deg! Debaran jantungku meningkat.
“Apa ada bunga mawar putih disini?” ulangnya lagi membuyarkan lamunanku.
“Mawar putih, iya ada..” aku langsung menguasai perasaanku. Kubawa ia menuju letak mawar putih. Cowok berkulit putih itu memesan satu buket mawar putih. Aku segera memenuhi pesanannya dan segera menyerahkannya.
“Terima kasih, ini uangnya..” kata cowok itu sambil tersenyum. Dia tersenyum! Wah tampannya. Aku menerima uangnya dan ia segera pergi dengan mengendarai skuter matik berwarna putih. Wajahnya masih terbayang-bayang di benakku. Ia memberi seikat mawar. IA MEMBELI SEIKAT MAWAR! Aku baru sadar, jangan-jangan itu untuk pacarnya, atau jangan-jangan untuk istrinya? Tidak-tidak. Aku menggeleng keras.
“Hey jelek kau lagi latihan menari? Kenapa geleng-geleng seperti itu! mengganggu pemandangan saja!” ujar adikku Reta yang sekolah kelas 2 SMP. Ia berpenampilan yang berbeda dariku. Reta lebih cantik dariku. Aku tidak iri dengan anak satu ini, tapi kesal, ia selalu mengejekku.
“Bukan urusanmu cebol!” ejekku balik.
“MA!!!! Rena mengejekku cebol!!”  teriaknya kencang. Aku tertawa saja, ia memang lebih pendek dari temannya yang lain.
“Teriak saja sampai suaramu habis. Mama sedang ke pasar tauk!!” tawaku berderai. Aku melihat Reta semakin cemberut.
***
“Ada anak baru, ganteng banget Ren, namanya kalau nggak salah Rey, di kelas sebelah. Wah orangnya tinggi putih, wajahnya ganteng banget nget nget.” Celoteh Nay saat kami sedang makan ice cream dikantin. Saat itu jam istirahat, tapi anak-anak disini kebanyakan bawa bekal dari rumah, jadi kantin nggak rame-rame banget. Aku menyendok ice cream ku. Mataku tiba-tiba terpaku pada sosok yang baru memasuki kantin bersama teman-temannya. Cowok itu!
“Nah itu tuh anak barunya Ren, ganteng kan? Pokoknya aku harus hars jadi pacarnya, dia keren banget sih!” Nay menunjuk-nunjuk cowok itu. ternyata cowok itu yang dimaksud Nay! Argh! Aku mendadak pengen muntah.
“Nay aku bayar ice creamnya dulu ya..” kataku sedikit lemas.
“sekalian punya aku juga Ren..” kata nay. Aku segera ke counter ice cream dan menyodorkan uang 50 ribuan ke pak tua yang menjaganya. Ia nampak mencari-cari uang untuk kembalian. Seseorang baru saja datang dan berdiri di sebelahku memesan ice cream. Aku menoleh kearah orang itu. ternyata Rey, ia tersenyum manis. Aku membalas senyumnya dengan cangggung. Setelah menerima kembalian, dengan terburu-buru aku kembali ke tempat dudukku dan mengajak Nay untuk kembali ke kelas
***
Aku menulis diari hadiah ulang tahun mama 3 tahun yang lalu. Diari ini tidak pernah terisi, tapi hari ini kuisi dengan curahan hatiku tentang Rey. Tentang kegelisahanku karena Nay juga menyukainya. Pastinya aku kalah saing dengannya. Aku melirik jam dinding di sebelah kananku. Jarum pendeknya mengarah ke angka 9. Ah pantas saja aku ngantuk. Malam ini malam minggu, jadi tak apalah kalau aku tidur larut, tapi mataku tidak bisa kompromi padahal habis ini aku masih harus mengerjakan artikel untuk mading sekolah. Aku menghempaskan tubuhku di kasur dan beberapa detik kemudian aku sudah terlelap dalam mimpi. Aku bermimpi bertemu Rey sedang bergandengan tangan dengan Nay. Nay mengejekku “Hei jelek! Kau menyukai seseorang? Hahaha lucu sekali, kalau begitu cowok yang kau sukai ini pasti jelek, haha jelek jangan mimpi deh..” suara Nay terdengar nyata sekali. Hei, hei, kok mirip suara si boncel sih? Aku terbangun dari tidurku. Dan melihat Boncel tertawa cekikikan sambil membaca buku diariku.
“Boncel!!  Kamu kenapa disini? Pergi nggak!!” teriakku.
“Rena, Rena, aku nggak tau ya tampang cowoknya seperti apa, tapi kalau kak Nay suka juga berarti cowoknya ganteng. Dan apa? Kamu mau saingan sam Nay? Hahaha liat kaca dong! Kamu jelek! Wek” Reta menjulurkan lidahnya. Aku duduk di kursi.
“Ya, kamu sudah terlanjur baca, tapi jangan bilang mama ya?”
“MAMA!!!!” teriaknya kencang. Aku langsung membekap mulutnya.
“kamu ini benar-benar adik menyebalkan, kalau kamu kasih tau tentang ini sama mama, maka siap-siap saja, aku ngasih tau tentang pacar-pacar kamu!”
“Emang mbak tau? Jangan dong mbak!” bujuknya.
“Tau dong, agung si anak punk, Doni yang berandalan, fikri yang anak band..”
“Oke, oke aku nggak akan kasih tau mama, deh..” potongnya.
“Ya, tapi ada syaratnya lagi.. kamu harus bantuin aku..”
***
Aku melangkah dengan percaya diri. Hari ini, aku akan membuat semua orang tercengang dengan perubahanku. Aku bukan Rena yang dulu lagi, dengan usahaku aku mengubah penampilanku dibantu Boncel. Aku mengganti kacamataku dengan softlens, mengganti tasku, sepatuku dengan yang baru, memakai rok yang  5 senti diatas lutut,  memakai antingan, dan kalung, cincin, wajahku sudah tidak kusam lagi, tapi bersinar, di bibirku ku poles lip balm, dan kulitku, aku memakai lulur jadi warnanya berubah sedikit cerah. Yah meskipun aku masih kalah cantik dengan Nay. Ketika memasuki kelas, aku sadar semua orang memperhatiknku, senangnya jadi pusat perhatian. Nay takjub melihatku.
“Aku pangling Ren, kamu cantik banget sih, coba aja dari kemarin kamu kayak gini.” Kata Nay senang.
Seperti biasa kami ke kantin sekarang. Aku memesan ice cream capucinno kesukaaanku, sambil menunggu pesanan aku melihat-lihat daftar menu. Dan tak sengaja tanganku menyenggol gelas yang ada disebelahku. Prang! Suaranya menyakitkan telingaku. Gelas itu pecah berkeping-keping. Aku baru mau membereskannya tapi di dahului oleh seorang cowok. Cowok itu langsung mengumpulkan kaca-kacanya dan segera membuangnya ke tempat sampah. Dan cowok itu adalah Rey!
“Kamu nggak papa kan Ren?” tanyanya. Aku menatapnya takjub, bagaimana bisa dia tau namaku?
“Iya nggak papa kok Rey!”
“Rey? Ini aku Tono..” wajah Rey langsung berubah menjadi Tono. Seorang cowok berkepala plontos dengan kulit hitam mengkilat. Aku langsung melihat kiri kanan mencari keberadaan Rey. Dan Blam! Ternyata dia memandang kearahku. Ia langsung membuang pandangannya.
“Ren! Lama banget sih!”Seru Nay dari mejanya.
Aku teringat kata-kata Boncel kemarin.
“Cara mendapatkan gebetan itu pertama, kamu harus mempunyai good looking, aku akan mengubah mbak jadi seperti ya gadis yang tidak jelek-jelek banget lah, yang mengganggu pemandangan hanya kulit mbak yang hitam dan kacamata aku punya solusinya. Cara kedua, setelah cantik, otomatis kita akan percaya dirikan, nah kalau ada kesmpatan, mbak perhatiin dia. Dan ketika tidak sengaja bertatapan mbak harus menatapnya dengan perasaan. Yang ketiga, mbak harus memberikan senyuman kalau sudah sering bertemu, sebisa mungkin mbak harus bertemu terus sama dia. Dan kalau dia memang tertarik, maka dalam waktu 2 hari dia akan mulai membuat pembicaraan. “
“Satu lagi, mbak jangan terlihat agresif, dan hindari melakukan perbuatan yang tidak baik, karena kemungkinan besar dia tahu jadi mbak harus banyak-banyak berbuat baik. Oke”
***
“Hei, lo pikir, lo sekarang cantik? Lo masih jelek tau, jangan mimpi mau jadi populer lo!” hardik Maya, ketua genk sell genk paling berpengaruh di sekolahku. Ia mendorong bahuku keras.  3 Centeng-centengnya ikut tersenyum puas. Sekolah sudah sepi, dan kebetulan aku masih harus rapat redaksi mading. Apa ini? Apa aku dibully?
“Maksud kalian apa? Kenapa kalian marah, aku tetap tidak sepopuler kalian kan?”
“Iya, lo emang nggak akan pernah sepopuler kita-kita tapi lo udah berani menarik perhatian Dave dan para cowok-cowok keren sekolah ini! Lo harus dikasih pelajaran!” buk! Dia melayangkan tinjunya ke wajahku, aku tidak siap akan hal ini. Wajahku langsung memerah.
“Lo pikir gue takut ama lo?” buk! Aku balas pukulannya, ia langsung meringis kesakitan. Ia memberi kode ke teman-temannya untuk menahan ku. Mereka segera mengunci tanganku.
“Lo bener-bener punya keberanian, lo pikir lo hebat?” bugh! Ia meninju wajahku lagi, aku meringis kesakitan. Darah segar mengalir dari tepi bibirku. Maya terus memukuliku. Tiba-tiba sebuah bola basket melayangkeras dan menghantam kepala Maya. Ia terhuyung-huyung dan hampir kehilangan keseimbangannya.
“Lo pikir lo keliatan keren kalau mukulin orang? Gue bisa ngaduin hal ini ke kepala  sekolah sekarang juga!” Rey!
Wajah mereka terlihat panik.
“Sorry may, gue kira disni bener-bener nggak ada orang!” kata Nela. Mereka segera meninggalkanku  dan Rey. Aku langsung terduduk. Wajahku nyeri.
“kamu nggak papa?” Rey menyodorkan sapu tangannya untuk membersihkan darah di bibirku. Aku menatapnya sendu.
“rey! Terima kasih, kamu nggak seharusnya ngeliat ini semua..”
“Kamu tahu namaku?”
“Siapa yang nggak tau kamu, kamu bahkan lebih populer dari yang kamu bayangkan.. oh ya, aku Rena kelas 11 ipa 3, mau jadi temanku?” aku menyodorkan tangan kananku. Rey menyambut uluran tanganku.
“Aku Rey, 11 ipa 4, baik kamu akan jadi teman perempuanku yang pertama disini..”
“Benarkah?” aku melupakan nyeri-nyeri diwajahku.
“Teman sekelasmu kan banyak yang perempuan juga..”
“Di Amerika pertemanan harus dimulai dengan perkenalan yang resmi seperti kita sekarang..”
“Benarkah? Jadi kamu pindahan dari Amerika? Wahh” aku berdecak kagum. Rey membaguskan duduknya dan mulai bercerita pengalamannya di amerika, kenapa ia pindah dan lain-lain, ia juga membantu mengobati lukaku sampai kami lupa waktu. Perutku berbunyi-bunyi sehingga aku sadar hari sudah sore sekali.
“Duh, nggak terasa sudah 2 jam terlewat, aku harus pulang, oh iya, makasih ya udah bantu ngobatin.. aku bakalan kena marah nih dirumah..”
“Aku antar ya?”
“Nggak usah, aku bisa naik bus kok..”
“Ini nih perbedaan orang Amerika dan orang Indonesia, orang Indonesia suka basa-basi padahal sebenernya mau..”
Aku tertawa.
“Terus aja deh bandingin..”
“Mau nggak? Harus mau ya!!” Rey menarik tanganku menuju parkiran.
***
Kerja yang bagus, kamu benar-benar memukulku, seharusnya kamu Cuma menamparku kan? Sent..
***
“Ganteng kan cel?” Reta menatapku iri setelah beberapa menit Rey pergi.
“Iya, untuk aku aja ya mbak?”
“Ya nggak boleh lah!”
“Tunggu dulu! Muka mbak kenapa?”
“Apa!!! Mbak bayar orang buat gebukin mbak? Duh mbak bego banget sih?”
‘Tapi itu manjurkan, sekarang aku bisa dekat sama dia,”
“Tapi mbak, selain itu ngerugiin uang mbak sendiri, badan mbak juga rugi, trus gimana kalo dia tau? Duh mbak.. mbak bayar berapa emangnya?”
“Pakai semua uang jajan mbak bulan kemaren, mbak nggak akan beli ice cream lagi di sekolah. Dah deh, yang penting mbak bisa deket sama gebetan mbak..”
“Mbak nggak bisa banget sih dibilangin.. dasar kepala batu, terserah deh! Pokoknya kalau terjadi sesuatu aku ngak mau ikutan! Yang penting aku  sudah berusaha melarang!”
Reta meninggalkanku di depan rumah.
***
Singkat cerita, aku dan Rey semakin dekat. Dia sering mengatarku pulang. Kuakui, sekarang hal yang membuatku menyukainya bukan hanya tampangnya tapi juga kepribadiannya, kami punya banyak kesamaan ah senangnya. Saking dekatnya, banyak yang iri padaku termasuk sahabatku Nay, ia mulai menjauh. Aku juga tidak ada waktu untuk berbicara lagi dengannya. Ya meskipun kami satu kelas, aku selalu sibuk sms-an dengan Rey. Suatu hari sekolah kami gempar karena adanya pembunuhan, korbannya adik kelas dibawah kami. Yang mengerikan adalah organ-organ yang bisa dijual itu hilang, misalnya jantung, ginjal dsb. Aku sempat takut untuk sekolah, kurasa anak-anak lain juga. Katanya pembunuhnya memakai pakaian serba hitam dan topeng. Yah itu sih katanya. Tapi aku yakin hal itu tidak akan pernah terjadi padaku. Tapi keyakinanku sepertinya salah.
“Hei Ren, udah mau pulang ya?”
“Rey, kamu belum pulang? Ini udah jam 2 lo!” Rey mensejajari langkahku.
“Kan nungguin kamu,” tawa Rey berderai. Entah kenapa tiba-tiba aku merasa ngeri.
Kami terus berjalan tanpa bicara sepatah kata apapun. Tiba-tiba seseorang menutup mata dan membekap mulutku dengan sapu tangan. Aku kaget, tanganku coba melepaskan bekapan itu. tapi bius yang  ada pada saputangan itu melemahkan kesadaranku dan tak berapa lama kemudian aku kehilangan kesadaran.
***
Setitik cahaya perlahan semakin banyak. Aku membuka mataku perlahan-lahan. Seorang laki-laki bertopeng sedang mengacungkan pisaunya padaku. Aku mencoba bergerak tapi tangan dan kakiu ternyata terikat. Plaster yng menutup bibirku terasa menyakitkan sekali.
“Ingin memberikan pesan-pesan terakhir sebelum kubunuh?” tanyanya. Aku tak bisa melihat dengan jelas wajah orang itu, selain karena ia memakai topeng juga karena sinar matahari yang menyilaukan. Aku merasa udara disini semakin busuk. Tempat ini adalah gudang sekolahku. Aku ingin menangis. Apa ini akhir dari hidupku? Tiba-tiba aku merasa rindu sekali dengan Nay. Beberapa minggu ini aku tidak berbicara dengannya, padahal kami satu kelas. Seandainya saja ada Nay. Dia memang feminim penampilannya dan orang luar nggak bakalan tahu kalau dia itu pemegang sabuk coklat taekwondo.
“Kamu begitu polos, dan kerena kamu polos lah kamu akan mati. Hahaha” cowok itu tertawa menyeramkan lagi. Hei, sepertinya aku tahu suara tawa itu, suara tawa yang khas.
“Kamu suka aku kan? Bahkan kamu rela dipukuli orang demi mendapat perhatianku. Kamu pikir aku nggak tau? Kamu gadis paling bodoh yang pernah ku temui. Bahkan kamu percaya semua kata-kataku. Dasar bodoh!”
Apa maksudnya?
“Dan sekarang kamu pasti bertanya-tanya siapa aku? Apa aku pembunuh yang membunuh anak kelas satu kemarin? Ayo berpikir lebih cepat! Ya benar! Aku Rey!”  Deg! Rey kah? Oh aku ingin tertawa. ini benar-benar gila.
“Sekalian cerita ya, selama ini aku slalu menyamar jadi anak sekolah dan membunuh mereka semua, aku pindah dari kota satu ke kota lain, sudah banyak sekali korban dari pisauku ini, dan aku sangat senang. Kali ini kamu harus bersyukur juga karena sebentar lagi kamu akan mati di tangan  cowok yang kamu sukai. Hahaha”
Ya tuhan aku berharap ini hanya mimpi, bangun kan aku mama, Reta, atau siapapun yang ada dirumah. Aku tidak ingin lama-lama dalam mimpi ini. Aku ingin bangun dan melanjutkan pedekateku dan mulai jujur dan terbuka sama Nay dan berjanji tidak akan melakukan perbuatan curang lagi. aku memejamkan mataku lagi dan membukanya. Ternyata masih sama, apa ini bukan mimp. Rey mulai mengangkat pisaunya yang mengkilat terkena sinar matahari. Pisau itu terlihat sangat tajam. Ini bukan mimpi! Aku meronta-ronta mencoba melepaskan tali yang mengikat kedua tangan dan kakiku. Aku juga  coba berteriak meskipun terhalang plaster.
“Kau mau apa? Percuma! Terima saja nasibmu itu!” tiba-tiba duk! Sebuah balok kay sebesar kepalan angan menghantam kepala Rey. Rey sempoyongan tapi dia tidak pingsan. Syukurlah ada pertolongan. Aku melihat kaki si penolong itu. Rok! Berarti perempuan. Rey mencoba menghunus pisaunya pada cewek itu tapi cewek itu bertindak lebih cepat. Ia memelintir tangan Rey dan dengan sentakan ia menyentak tangan kanan Rey yang memegang pisau pisau itu terlepas tepat dikakiku. Cewek itu sepertinya kukenal, astaga! Ternyata Nay. Mataku memanas, aku teringat bagaimana aku melupakannya dan malah asyik dengan Rey. Nay mengunci tangan Rey. Aku dengan sekuat tenaga, ku seret pisau yang ada di dekat kakiku dan kubuka ikatan dengan pisau itu meskipun agak mengerikan. Beberapa saat kemudian datang kepala sekolah dan guru-guru ternyata mereka belum pulang dan sengaja menaga seolah sampai benar-benar tidak ada siswa.
***
Aku kembali memakai kacamataku karena memakai softlens itu terlalu ribet. Aku tidak peduli lagi dengan cowok, yang penting aku tidak kehilangan Nay sahabatku. Sejak kejadian itu aku berjanji akan selalu jujur sama Nay dan aku tidak mau lagi mengejar-ngejar cowok. Tapi walaupun aku tidak mengejar cowok bukan berarti tidak ada cowok yang mengejar ku kan? Kulihat Nay sedang berbicara akrab dengan Ken ketua eskul drama, kudengar ia menyukai Nay, oke aku tidak akan mengganggu. Aku putuskan untuk kekantin. Sambil beralan aku memikirkan Rey. Cowok itu sudah masuk penjara, mengingatnya membuatku mual. Untung Nay hari itu punya feeling yang kuat. Ia sengaja menungguku pulang sekolah untuk bicara masalah kami berdua. Nay mengerti kalau aku suka Rey, dan dia siap mengalah, ia tidak bicara denganku waktu itu karena masih merasa marah dan tak rela tapi di pikirnya lagi hal itu tidak berguna. Ia ingin mendukungku tapi malah ia melihatku waktu dibekap Rey. Akhirnya ya seperti waktu itu deh. Aku sampai dikantin dan memesan ice cream kesukaanku. Dan tak sengaja tanganku menyenggol gelas lagi hingga jatuh dan pecah. Seseorang langsung membereskannya sebelum aku. Aku tercengang. Rey kah?
“Kamu nggak apa-apa Ren?”
“Nggak apa-apa kok Rey..”
“Ini Tono bukan Rey, Rena..”
****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

My Little Sistaa

My Little Sistaa
Her name is Nur Alvina Ilyas, born : Kuala Tungkal city, 7 November 2010 , 2:00 AM.