Meraih mimpi
“Kamu
kemana aja sih Jo? Kita udah terlambat 30 menit tau?!” hardik Elin saat aku datang ke tempat kami
latihan.
“Sory
guys, aku tadi ada urusan sedikit, kita berangkat ke kafenya sekarang aja..”
Kami
berempat segera meluncur menuju ke kafe Chalala, tempat manggung kami.
Sesampainya disana.
“Kalian
sadar ini sudah jam berapa?kalian sudah terlambat hampir satu jam, kalian fikir
itu bisa ditoleransi? Meskipun kalian punya potensi kalau kalian ngaret terus
seperti ini, siapa yang mau membayar kalian? Mungkin jika tidak ada pemuda
itu,kalian masih bisa manggung disini hari ini, tapi sayangnya dia datang lebih
cepat dari kalian..” ujar Manager kafe sambil menunjuk seorang cowok yang sedang bernyanyi diiringi
suara gitar.
“I’ve
tried playing it cool, girl when i‘m looking at you, I can never be brave, cause you make my heart race..”
suara cowok itu terdengar sangat manis di telingaku, tanpa sadar aku juga ikut
bernyanyi. Tapi Elin menarik lengan ku.
“Buat
apa masih di sini, ini semua gara-gara kamu Jo, kamu sih ngaret terus, sekarang
apa yang kita dapat? Kita gagal manggung, gagal dapat honor, dan satu lagi,
manager kafe nggak mau kita manggung disini lagi, ini semua karena
keterlambatan kamu jo, kamu ngapain aja sih? Sampai terlambat terus?”
“Nggak
ada apa-apa kok, kalian kalau mau pulang-pulang aja duluan, aku mau ngelabrak
orang yang udah ngerebut job kita hari ini..”
“Apaan
sih, kamu yang bikin kita kehilangan job, udah deh masih ada banyak waktu
mendingan kita latihan aja dulu..” ujar Luna.
“Tapi
aku kan mau.. “
“Udah,
nggak usah nyari masalah sama orang deh..”
Oke
baiklah, tapi kalau aku ketemu lagi dengan cowok itu, ku marahi habis-habisan
dia.
***
Hari
ini jadwal les gitar, aku pergi dengan tak bersemangat. Ku kayuh sepedaku
keras-keras, aku tidak mau berada dijalanan terlalu lama, selain karena
matahari yang terik, juga karena debu yang banyak, kata bunda debu itu bisa
bikin jerawatan, masa’ sih calon artis jerawatan, nanti nggak ada yang mau
ngontrak aku lagi. Aku kencangkan tali tas gitar ku yang sedikit kendor. Dan ku
kayuh lagi sepedaku keras-keras, sepedaku melaju kencang dan..
“Brak!!”
“Aawww!”
Aku
tidak sempat mengerem sepedaku saat ada sepeda lain yang datang dari jalan lain
saat aku berbelok, dan hasilnya aku bertabrakan dengan seorang cowok dan kami
sama-sama terpental jauh dari sepeda. Aku meringis kesakitan, karena aku jatuh
tepat diatas gitarku sendiri. Siku tangan ku berdarah. Jidatku perih dan terasa
sakit. Aku mencoba berdiri dan menghampiri sepedaku yang penyok sana sini. Aku
melihat kearah cowok yang menabrak ku tadi. Ternyata keadaannya lebih parah
dari ku. Cowok itu juga membawa gitar dipunggungnya dan sepertinya gitarnya
hancur. Darah segar keluar dari dahinya. Lengannya juga berdarah. Aku merasa
sedikit prihatin. Tapi siapa yang salah? Aku yang mau berbelok, dan dia yang
lurus dan kami sama-sama ngebut. Sudahlah, yang penting sekarang aku harus
menyelamatkan orang ini dulu. Aku membantu cowok itu untuk duduk. Aku selalu
membawa kotak p3k dari rumah seperti yang disarankan pelatih PMR di sekolahku.
Dan ternyata berguna juga. Tapi sepertinya aku pernah melihat cowok ini. Ini
kan cowok yang dikafe waktu itu!
“Kamu!
Yang di kafe waktu itu kan?”
“Lo
kenal gue? gue aja nggak kenal elo? Elo sok kenal ya..” Cowok itu menjawab dengan pertanyaan
mengesalkan. Bahkan cowok itu berdiri dan pergi mengambil sepedanya yang tidak lecet
sedikit pun tanpa mempedulikan aku yang
berniat mengobatinya. Sementara sepedaku..
“Woy
tunggu dulu, sepedaku penyok gara-gara kamu, kamu harus tanggung jawab dulu,
jangan kabur aja!!” aku berteriak kesal, tapi cowok itu tidak mempedulikan
teriakanku. Cowok itu benar-benar menyebalkan.
***
Festival
musik sekota Jambi tinggal 2 bulan lagi. Kami sangat antusias, tentunya karena
hadiahnya sangat besar bagiku. Jika kami bisa memenangkan festival uang
hadiahnya jika ditambah uang tabungan hasil nge-band selama ini bisa cukup
untuk membeli motor impianku. Aku sudah bosan kemana-mana pakai sepeda, ingin
ku minta sama bunda, tapi tentu saja bunda tidak punya uang banyak. Untuk
menghadapi Festival, Band kami harus terus berlatih. Dan hari ini kami
berlatih. Biasanya aku terlambat terus, tapi hari ini sepertinya Tania sedikit
terlambat. Elin mulai mengomel-ngomel. Aku pun mulai BT. Sedangkan Luna sibuk
menghubungi Tania. Beberapa saat kemudian Tania masuk keruang latihan setelah
menabrak pintu. Dengan nafas ngos-ngosan Tania menjelaskan alasan
keterlambatannya.
“Maaf
aku telat soalnya aku barusan dapat telpon dari panitia Festival musik kalau
setiap peserta harus membawakan lagu sendiri. Kalau tidak terpaksa harus
didiskualifikasikan..” ujar Tania yang membuat kami bertiga terhenyak. Kami
selalu manggung dengan membawa lagu band lain yang terkenal. Dan selama ini
tidak ada seorang pun diantara kami yang pernah menciptakan lagu.
***
“Sebelumnya
sory banget, kita ngelakuin ini tanpa pesetujuan kamu Jo, soalnya kalo kamu tau ini mungkin kamu
akan nolak, kita ngelakuin ini juga karena untuk kebaikin band ini juga, dan
dengan pertimbangan kamu sering telat, yang kami khawatirin adalah disaat
audisi Festival musik kamu telat , padahal itu satu-satunya cara buat kita bisa
sukses. Jadi kita mutusin buat nambah vokalis. Selain itu vokalis kita yang
baru ini juga jago nulis lagu..” jelas Elin saat kami latihan. Memang sih
keputusannya mendadak dan tidak ada persetujuan dari aku.
“Kenapa
kamu bilang aku akan nolak, kalo kaya’ gitu tujuannya aku sih oke oke aja, asal
jangan aku dikeluarin dari band aja. Dan sekarang mana orangnya, jangan bilang
dia telat, kalo telat sama aja kan kayak aku?”
“Nah
itu dia!” seorang cowok berjalan santai mendekati kami. Aku terlonjak.
“Kenalin
Jo, ini Dave, dia vokalis kedua The fly high, Dave ini Joana vokalis utama kita..”
aku mengenali cowok itu sebagai orang yang merebut job manggung kami di kafe,
dan orang kasar yang menabrak sepedaku waktu itu. Aku teringat lagi kecelakaan
itu dan aku kesal. Aku menarik tangan Elin untuk memisahkan diri dari mereka.
setelah sampai di ruang belakang kami berbicara.
“Kenapa
harus dia sih? Kalian lupa kalo dia pernah ngerampas rejeki kita waktu di kafe,
dan kemaren dia juga nabrak aku sampai sepeda ku penyok dan nggak mau tanggung
jawab, orang kayak dia mau kalian jadiin partner?” aku emosi.
“Jo,
soal yang di kafe itu udah berlalu lama, aku aja udah lupa sama kejadian itu,
soal tabrakan, toh sekarang kamu baik-baik aja kan, dan itu juga masalah
pribadi kamu sama Dave okey, jangan dibawa-bawa ke kerjaan, kamu harus belajar
professional tau! lagian dia punya kualitas yang jauh lebih baik daripada lo,
dia bisa bantu kita buat menangin Festival..” ujar Elin.
“Oke,
dia punya kualitas yang baik dibanding aku, oke kalo gitu aku nggak ada gunanya
di band ini? jadi maksud kamu aku nggak pantes di band ini lagi, hah, padahal
yang ngusulin buat band dulu siapa, aku bener-bener nggak habis fikir, tapi oke
kalo itu emang mau kalian, oke aku keluar dari band ini sekarang juga..” aku
berbalik kembali keruang latihan dan mengambil tasku lalu pergi. Aku
benar-benar sakit hati. Gara-gara cowok itu aku harus keluar dari band bentukanku
sendiri? Terdengar Elin memanggilku dan meminta ku untuk kembali. Tapi aku
benar-benar kesal hari ini.
***
Hari-hari
berlalu membosankan. Biasanya jam segini aku sudah latihan sama The Fly High
yang lain. Pasti sekarang mereka lagi latihan. Ya seperti kata Elin, aku suka
terlambat dan aku tidak bisa nulis lagu seperti Dave. Aku memutuskan refreshing
ke kafe milik tanteku. Tante segera memanggilku ketika aku sampai.
“Tumben
sendirian Jo, biasanya bawa pasukan..”
Tanteku
bernama Nela usianya sekitar 27 tahun, dia paling sering mengundang The Fly
High manggung di kafenya. Terkadang sih kuiyakan, tapi kadang juga enggak,
soalnya nggak enak nyari uang dari keluarga sendiri. Belum lama mengobrol,
tante Nela udah dipanggil anak buahnya. Sepertinya dia sangat sibuk hari ini,
dia meninggalkanku sendirian. Akhirnya aku Cuma bengong-bengong nggak karuan.
Tiba-tiba seseorang mendekatiku dan duduk didepan ku. Dave!
“Gue
tau lo masih pengen gabung sama Fly High, Gue tau lo pengen ikut festival musik
dan lo pengen beli motor kan dari uang hadiahnya..” aku mengiyakan kata-kata
Dave dalam hati. Tapi untuk apa dia ngomong kayak gitu ke aku? apa dia mau
pamer kalau sebentar lagi dia yang dapat uang yang harusnya milik aku. Tentunya
kalau mereka menang.
“Kalo
lo mau gue bisa berhenti jadi vokalis kedua band lo sekarang juga..” kata-katanya membuat ku langsung bersorak
kegirangan.
“Gue
juga bisa bikini lagu buat kalian tapi dengan satu syarat..” lanjut Dave
membuatku mengernyitkan dahi. Syarat?
“Lo
harus mau jadi pacar bo’ongan gue selama 3 hari, dan selama 3 hari lo harus
nurutin kata-kata gue..”
“Hah!!
Syarat apaan tuh? Gila kamu!!” rasanya ingin ku pukuli anak itu dengan
sepatuku. Apa-apaan sih dia. Dia mau ngejebak aku? aku harus berfikir keras.
Kalau aku tolak syaratnya, dia jadi vokalis kedua, kalau aku tidak keluar dari
band, berarti selamanya aku ngeliat dia, orang paling menyebalkan itu. Kalau
aku keluar, hilang deh kesempatan aku beli motor. Kalau aku ikutin syaratnya,
aku masih bisa ikut band, punya lagu, dan pastinya kesempatan menang di
festival ada di tanganku, tapi syaratnya? Arrghh. Hanya 3 hari sih, tapi aku
pasti disiksanya selama 3 hari itu. Tapi kan kayak kata pepatah “
Bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian”. Jadi aku harus terima
syaratnya gitu?
Aku
melirik Dave kesal.
“Oke
aku mau ngikutin syarat kamu, tapi kamu janji ya bikinin lagu buat Fly High..”
“Oke,
Deal..” Dave mengulurkan tangan kanannya, dan aku mengenggam tangannya dengan
ogah.
“Siap-siap
ya besok!” ujar Dave, sebelum pergi dia meminum jus jeruk ku sampai setengah
gelas. Menyebalkan! Sepertinya aku memang harus menyiapkan mental untuk besok.
***
Duh!
Cepat sekali hari berlalu. Sekarang aku harus siap-siap dan Dave akan
menjemputku. Setelah pulang sekolah aku langsung ganti baju. Aku memakai kaos
gombrong, celana jeans, sepatu kets, dan ku bawa tas kecil andalanku. Ku kuncir
rambutku. Dan benar saja beberapa menit kemudian Dave meng-sms-ku kalau dia
sudah didepan rumah aku. Aku segera turun kebawah. Aku benar-benar terkejut.
Dave benar-benar keren saat itu tidak sepadan dengan pakaian ku. Apalagi dia
datang dengan mobil sport atap terbuka berwarna keren. Aku benar-benar minder.
Bunda ikut keluar melihat siapa yang datang. Sebelum Bunda berkata-kata, Dave
mendekati Bunda dan menyalami tangan Bunda.
“Tante,
saya mau pergi sama Joana bolehkan?” aku melihat wajah Bunda yang sumringah.
Entah senang karena akhirnya aku punya pacar, atau senang karena Dave bawa
mobil.
“Ya
boleh silahkan, lama-lama juga nggak papa kok!” aku memelototi Bunda, kesal.
Setelah berpamitan dengan Bunda, aku segera masuk ke mobil yang pintunya
dibukakan Dave.
Sampai
di mobil. Aku dan Dave sama-sama terdiam, sangat kaku. Aku tak tahu harus
bicara apa. Aku juga minder dengan pakaian ku yang nggak kayak mau pergi
ngedate. Dekil. Setelah beberapa saat, aku mau bicara.
“Kita
mau kemana?” ujarku dan Dave bersamaan. Aku memandang Dave, dan Dave juga
memandangku dan kami tertawa bersamaan. Setelah itu kami tidak kaku lagi. Kami
bercerita seru. Dan aku suka Dave karena kalau bicara dengan dia sangat-sangat
nyambung. Dave menghentikan mobilnya di tepi jalan.
“Kita
jalan aja dari sini oke..” aku hanya mengangguk. Memangnya aku bisa menolak
keinginan dia? Kan dia bilang aku harus nurutin kata-kata dia.
“Aku
tebak ya.. pasti karena kamu takut bensin mobilnya abis trus kita nggak bisa
pulang..”
“Salah!
Soalnya mobil nggak bisa diajak jalan di trotoar kayak gini..” aku tertawa
mendengar jawabannya. Kami melewati sebuah warung tegal. Aroma makanan menyebar
dihidungku. Dan perut ku berbunyi. Aku kan belum makan siang!
“Kayak
ada yang bunyi..” Dave mencari-cari suara yang didengarnya barusan.
“Stop!
Itu bunyi perut ku. Laper.. kita makan ya..” aku menunjuk warteg didepan ku.
Dave memandangi warteg dengan wajah enggan.
“Disini?” aku
dan Dave langsung masuk dan duduk disalah satu bangku. Dave memandangi tumpukan
piring kotor dengan jijik. Aku memesan makanan dan beberapa saat kemudian
makanan datang. Aku makan dengan sangat lahap.
Selesai makan aku mau membayar sendiri makananku. Karena Dave sudah
diluar warteg tidak tahan. Kami melanjutkan berjalan kaki.
Aku dan Dave sampai di toko pernak pernik. Aku
menarik tangan Dave untuk masuk kedalam toko. Aku melihat banyak boneka dan
memandanginya dari etalase dengan takjub. Juga didalam etalase yang lain ada
banyak macam kotak musik. Mataku terpaku pada sebuah kotak musik warna putih
berbentuk hati yang diatasnya ada boneka kelinci berkalung bintang. Ah lucu
sekali. Ku keluarkan uang yang kumiliki. 10 ribu 3 dan 5 ribu satu. Dan kulihat
harga kotak musik itu. Rp. 350.000. Wah mahal sekali. Aku menghela nafas
kecewa. Aku keluar dari toko itu tanpa membeli apa-apa. Tapi mana Dave? Aku
beputar-putar mencari Dave. Dimana dia?
Beberapa saat kemudian Dave keluar dari toko membawa sebuah bungkusan
dan memberikannya padaku. Aku menerima dengan heran, ku buka bungkusan dan aku
terkejut, Kotak musik yang kusuka.
“Kalau
kamu mau sesuatu bilang ke aku, karena sekarang aku pacar kamu!” aku memandangi Dave. Aku tidak enak. Kan ini
hanya bohongan? Dave bahkan menggenggam tangan ku erat. Ya apa yang bisa
kulakukan, kan dia bilang aku harus nurutin kata-kata dia. Kami berjalan lagi.
Sampai disebuah taman. Banyak orang berkerumun. Aku mencoba melihat dibalik
kerumunan ternyata ada pengamen yang bermain gitar. Suaranya lumayan. Setelah
pengamen itu selesai bernyanyi, Dave maju dan berbicara dengan pengamen itu.
Sepertinya dia meminjam gitar. Dave kemudian duduk memangku gitar. Ia mulai
memetik gitarnya.
“I’ve
tried playing it cool, girl when i‘m looking at you, I can never be brave, cause you make my heart race.. shot
me out of the sky.. youre my kryptonite.. you keep making me weak, yeah frozent
and can’t breathe..somethings gotta get loud, cause and just make you see.. and
I need here with now, cause you got that one thing.. So! Get out, get out, get
out of my head, and falling into my arms instead.. I don’t, I don’t, don’t know
what it is, but I need that one thing, you got that one thing..” lagu one
direction terdengar berbeda ketika dinyanyikan Dave, terlebih karena Dave
bernyanyi sambil memandangi ku dalam-dalam. Aku merasa aneh.
“Lagu
ini untuk pacarku yang selalu mendampingiku..” kata Dave sambil menunjuk aku.
Orang-orang memandangiku dan bertepuk tangan. Aku tersenyum terpaksa. Dave
mendekatiku dan memelukku erat. Apa sih maksud dia? Benar-benar menyebalkan.
“Kamu
apa-apaan sih, sengaja bikin aku malu ya?”bisikku ditelinganya.
“Jangan
berisik, kan sudah aku bilang kalau kamu harus nurutin kata-kata aku, lagian
status pacaran tidak ada artinya jika tanpa pembuktian kan?”
“Oke,
tapi aku tidak mau lama-lama disini..”
kami pun segera keluar dari kerumunan orang-orang itu.
Oke
aku harus terus mengikuti kata-katanya selama dua hari lagi. Aku harus
sabar. Dave mengajakku bercanda. Tapi
aku hanya diam seribu bahasa. Dave menyadari aku marah dan segera mengajakku
pulang. Dia menyuruh ku menunggu di depan sebuah toko roti. Kemudian dia
berlari untuk mengambil mobil. Beberapa saat kemudian Dave kembali dengan
mobilnya. Akhirnya aku pulang juga.
***
Hari
ini Dave mengajakku ke Dufan. Aku senang sekali, tapi tak kutunjukkan didepan Dave.
Sesampainya di Dufan aku berteriak ingin naik Halilintar. Dave pun memesan dua
tiket untuk aku dan untuk dia sendiri. Giliran kami tiba. Aku tegang sekali.
Keringat dingit bercucuran. Tapi Dave memegang tanganku erat. Aku memandangnya
dia memandangku balik.
“Jangan
takut Jo! Kamu pasti bisa. Semangat!” Dave tersenyum padaku dengan ceria. Ya
ketegangan ku mulai berkurang sih tapi ketika halilintarnya mulai naik keatas ,
aku berteriak kencaaaaangg.
Setelah
halilintarnya berhenti berputar, aku cepat-cepat turun dan muntah-muntah. Dave
sedikit khawatir dengan keadaanku.
“Jo,
tunggu disini, aku mau membeli minuman..” Dave segera belari meninggalkanku
yang terkapar lemas. Aku duduk menunggu Dave. 5 menit. 10 menit. 15 menit. Dave
belum juga kembali. Aku gelisah. Segera kususul Dave. Dimana sih dia? Kuedarkan
pandanganku keseluruh tempat ini. tidak ada juga. Aku berjalan kearah selatan. Ternyata
dia disana, sedang berbicara dengan seorang perempuan cantik dengan rambut
panjang dan ikal sepinggang, perempuan itu
menyandang tas bermotif bunga-bunga. Benar-benar feminim. Sedangkan aku?
benar-benar bertolakbelakang dengan perempuan itu. Tapi kenapa aku
membandingkan diri dengan dia. Dave memegang sebuah botol minuman ditangannya.
Baru saja aku hendak bersembunyi tapi
tidak jadi karena Dave melihatku dan melambaikan tangannya padaku. Terpaksa aku
mendekati mereka. dave memperkenalkan cewek itu padaku.
“Jo
kenalin ini Lena, Lena ini Jo, temen gue.” kata Dave.
Lena
mengulurkan tangan kanannya dengan ramah. Ramah? Memang ramah, tapi aku bisa melihat sinar
ketidaksukaan dari matanya.
Seorang
pria bertubuh besar datang dan merangkul pundak Lena mesra. Dan aku melihat
rona wajah Dave yang cerah berubah suram.
Aku sepertinya mengerti.
“Gua
balik dulu ya Len..” ujar Dave, ia langsung berbalik meninggalkan Lena dan
pacarnya. Aku mengejarnya dengan susah payah. Dia berjalan setengah berlari.
Aku berusaha mensejajari langkah Dave.
“Dave
bisa pelanan dikit nggak jalannya?” kata ku dengan nafas ngos-ngosan. Dave tak
mendengarkan kataku.
“Memangnya
dia selingkuh? Atau kamu nya yang masih cinta atau dua-duanya?” tanya ku pada
Dave. Tapi aku menyadari kesalahan ku.
“Maaf
aku bukannya mau ikut campur, tapi sepertinya pacaran itu tidak enak..”
“Kamu
sudah jadi pacar aku kenapa harus ada kata “sepertinya”?” aku terkejut.
“Tapi
kan itu cuma bohongan buktinya kamu bilang ke dia kalau aku temen kamu?” Dave
menghentikan langkahnya dan tersenyum padaku.
“Hey..
kenapa bisa tersenyum seperti itu, bukannya sedang patah hati?” seruku. Dave
tersenyum lagi dan mengacak rambutku lembut.
“Terima
kasih, terima kasih, seharusnya aku mengakui kamu sebagai pacarku didepannya
tadi..” aku mengangguk senang. Ya
meskipun sebenarnya aku tidak suka dianggap jadi pacarnya. Tapi kalau untuk
menolong orang yang disakiti, kurasa tidak apa-apa.
Kami
berjalan menuju pantai Ancol. Sekarang sudah hampir senja. Kami duduk di karang
ditepi pantai. Pemandangan matahari terbenam sangat indah dinikmati sekarang ini.
Aku mengambil foto bersama Dave. Click. Dave mengacungkan jari tangannya
membentuk huruf “V”. Sementara aku
tersenyum dengan sebelah mata disipitkan. Setelah itu kami melanjutkan berjalan
menyusuri pantai. Aku melihat seorang pedagang boneka teddy bear pasangan. Aku
mendekati pedagang itu. Bonekanya lucu-lucu sekali. Teddy bear sebesar kepalan
tangan, yang satu berjas, dan yang satunya bergaun sambil memegang hati satu
sama lain. Pedagang itu menjelaskan dihati yang dipegang oleh masing-masing
boneka bisa dituliskan nama pasangan masing-masing. Aku bersorak kagum. Kubujuk
Dave membelikannya untukku. Dave menolak. Aku terus membujuknya akhirnya Dave
luluh, setelah memberikan uang pada pedagangnya, aku mengambil dua pasang Teddy
bear, pada hati yang dipegang teddy bear bergaun kutulis namaku, sedang yang
berjas kutulis nama Dave. Aku memberikan
yang bergaun pada Dave.
“Ini
bukti kalau kita pernah pacaran, meskipun bohong-bohongan, terserah mau
disimpan atau dibuang.. dan yang berjas
ini untukku..”
“Masa’
aku yang bergaun, nggak mau ah! Kamu boneka yang bergaun aja, kamu kan cewek..”
“Nggak
mau!” kataku. Dave mencoba merebut boneka berjas dari tanganku. Tapi aku
melarikan diri. Dave mengejarku. Kami berkejar-kejaran di tepi pantai.
***
Ternyata
Lena dan pacarnya juga sedang menikmati sunrise di tepi pantai. Lena menyapa
kami duluan.
“Hei,
kita ketemu lagi, kalian belum pulang ya?” Tanya Lena.
“Belum
Len, kita masih jalan kok, iya kan sayang ?” ujar Dave sambil mengecup pipiku
lembut. Dave melingkarkan tangannya dipinggangku. Aku shock dengan
perlakuannya. Dia boleh memperlakukan cewek lain seperti ini, tapi aku? . Aku
menyimpan marahku dalam hati. Aku benar-benar tidak habis fikir. Aku tidak bisa
diperlakukan seperti ini. Dia seperti mengambil kesempatan dalam kesempitan.
Dia fikir karena perjanjian itu dia bisa melakukan semua hal yang disukainya
padaku? Sekarang aku berfikir lebih baik aku kehilangan band, dari pada harus
diperlakukan seperti ini. Cowok memang brengsek. Ku coba menetralkan perasaanku
saat ini.
“Wah
tadi katanya temen, sekarang udah sayang-sayangan..” Kata Lena lagi. Dave hanya tersenyum tipis.
Dave mengajakku pergi dari tempat itu. Setelah agak jauh dari Lena. Barulah aku
mulai membuka suara.
“Sekarang
aku ngerti kenapa kamu mau pura-pura pacaran sama aku, karena dia kan?”
“Siapa
bilang karena dia? Lagian kenapa jadi
musingin hal itu sih?”
“Kamu
tanya Kenapa musingin hal itu? Aku sekarang sadar sepertinya kita salah, kita
bohongin semua orang..”
“Kenapa
baru nyadar? Kita bahkan udah bohongin orang lain dari kemaren kan?” aku
benar-benar kesal dengan jawabannya.
“Lebih
baik kita akhiri sandiwara ini, lebih baik aku kehilangan band, daripada harus
menyakiti hati orang lain!”
“Hey
itu alasan yang tidak masuk akal, kenapa berhenti ditengah jalan, padahal
tinggal sehari lagi!”
“Terima
kasih, tapi sepertinya aku masih punya banyak kesempatan..”
“Jo,
kamu kenapa sih? Aneh sekali..”
“Aku
mau pulang!”
***
Aku
kenapa sih? Dave kau fikir cuma kau yang heran dengan sikapku tadi? Aku sendiri
saja heran, kenapa mendadak jadi bad mood kayak tadi. Aku mengambil boneka
Teddy bear yang tadi ku beli. Ku
pandangi boneka itu. Aku baru sadar kalau boneka ini tidak tersenyum dan tidak
cemberut. Aku teringat wajah Lena. Kenapa aku merasa tidak suka. Cemburukah?
Entahlah.
***
“Aku
kira dengan cara itu lah dia bisa melupakan aku kak. Tapi sepertinya dia malah
tersakiti. Jo juga aneh, tiba-tiba dia marah, aku benar-benar tidak mengerti
wanita. Kak, yang jelas aku minta maaf, mungkin seandainya kau masih disini, kau
akan bosan mendengar permintaan maafku yang sudah ku ucapkan mungkin sudah
beribu kali. Aku tidak tau diaa menyukaiku, dan kau menyukainya, kak... “ Dave
tersenyum pada sebuah foto yang dipegangnya.
***
Sedari
tadi aku menunggu Dave. Tapi yang kutunggu tidak datang-datang juga. Apa dia
benar-benar menganggap serius ucapanku waktu itu? Ah aku jadi bingung. Aku
memang aneh waktu itu. Setelah kufikir-fikir kan aku bohongin orangnya tinggal
sehari ini aja, dan besok aku akan kembali ke band ku dengan bahagia. Tiba-tiba
telpon rumah ku berbunyi. Aku segera mengangkat.
“Cek
E-mail lo, gue udah kirim 2 lagu buat Fly high. Tiit tiit.” Mati sebelum aku
sempat berbicara. Maksudnya apa?
Giliran
hp ku yang berbunyi. Aku mengangkatnya.
“Sekarang
ke tempat latihan Jo, Dave ngundurin diri tuh,” suara Luna. Aku segera
mengiyakan dan cepat-cepat aku pergi ke tempat latihan. Sampai ditempat
latihan, aku mengecek e-mail ku dan benar saja, ada 2 buah lagu yang dikirim
oleh Dave lengkap dengan kuncinya. Ku print dan kutunjukkan pada Elin. Elin
langsung mencobanya dengan gitar. Lagu yang satu berjudul “Hati yang salah”, ku
baca liriknya, sedih sekali, menggambarkan orang yang terluka karena cintanya
salah. Apa ini lagu ketika dia diputusi Lena? Tapi apa maksudnya? Salah kenapa?
***
Ban
sepeda ku bocor terpaksa aku berjalan kaki dengan mendorong sepeda. Apalagi aku
tidak bawa uang sekarang, jadi meskipun banyak tambal ban tetap percuma karena
aku tidak bawa uang. Yang kubutuhkan sekarang adalah malaikat penolong! Saatnya
merayu Tuhan. Tuhan yang baik, kirimkanlah malaikat penolong untukku. Ternyata
Tuhan langsung mendengar doaku. Aku bersorak kegirangan saat mobil sport warna
merah berhenti didekatku. Pemiliknya tersenyum padaku dan mempersilahkanku
naik. Sepedaku di titipkan dibengkel seberang jalan. Sementara aku naik ke
mobil. Dave memandangiku, aku mendadak tersadar, aku bahagia kalau
dipandanginya dan aku seperti tidak punya beban jika bersama dia. Apa itu
artinya aku jatuh cinta?
Aku
menendang sesuatu di jok mobil. Aku menunduk untuk melihat apa yang kutendang.
Aku tidak menemukan sesuatu apapun kecuali sebuah notes berwarna hijau tua. Aku
memungut notes itu. Dave mengingatkanku kalau aku sudah sampai dirumah. Aku
terkejut dan reflex memasukkan notes ditanganku kedalam tas sampingku.
Cepat-cepat aku turun dari mobil Dave.
***
Aku
membuka lembar pertama, sebuah foto jatuh, aku memungutnya. Foto Lena.
“Udara terasa panas sekali hari ini, tapi
berubah jadi sejuk saat aku melihatnya pertama kalinya di sebuah toko buku. Dia
menjatuhkan buku tepat saat aku berada didepannya. Saat itu jantungku langsung
berdetak.”
“Pertama
kalinya dia tersenyum padaku, rasanya seperti terbang. Ternyata dia satu
sekolah denganku. Ya dia cantik sekali, ku akui itu,”
“Dia
memberiku air minum ketika pelajaran olahraga. Dia benar-benar baik.”
“Aku
mendapatkan fotonya, aku senang sekali. Meskipun hanya foto.”
“Aku
menulis surat cinta ku untuknya. Memang kedengarannya kuno. Aku tidak berani
bicara langsung. Aku menulis berkali-kali sampai jam 12 malam baru aku tidur.”
“Dia
membacakan surat cintaku didepan kelas. Aku sakit hati sekali. Tapi bukan itu
yang membuatku sakit. Dia dengan terang-terangan bilang kalau dia lebih
menyukai adikku yang ada di kelas sebelah. Aku tak tahu harus apa saat ini.
Kepalaku pusing.”
“Aku
merasa tenang, satu hal yang kuingat aku mencintai Lena,selamanya dan tak akan
berubah..”
aku membalik lagi lembar selanjutnya. Kosong!
Air
mataku menitik. Sekarang aku mengerti
isi lagu yang dibuat Dave, sama persis seperti penulis buku ini.Jika yang
menulis buku ini Dave, berarti..
Untuk
pertama kalinya aku mencintai seseorang. Ternyata mencintai itu benar-benar
menyakitkan. Sekarang rasanya aku tidak punya tenaga untuk bergerak. Apa dunia
ini masih berputar? Aku ingin dunia berhenti berputar, biar aku tidak merasakan
sakit ini lagi. Kali ini air mataku semakin deras. Terbayang di benakku
senyumnya yang manis, ketika dia menyemangati aku untuk naik halilintar. Air
mataku makin deras. Kuambil tedy bear yang duduk diatas meja belajarku. Ku
peluk erat boneka itu seakan aku memeluk Dave.
***
Semua sudut kamarnya sudah ia telusuri, tapi tidak
ada tanda-tanda keberadaan notes warna hijau tua itu. Dibongkarnya satu persatu
lemari yang ada dikamarnya. Mulai dari lemari pakaian, lemari buku, rak sepatu.
Dave mulai kesal. Kamarnya sudah mirip kapal pecah tapi notes itu belum ketemu
juga. Tiba-tiba bel rumahnya berbunyi nyaring. Dave segera berlari keluar untuk
membuka pintu. Kebetulan rumahnya hari ini kosong, hanya ada dia. Dave membuka
pintu. Ternyata Joana yang datang. Joana tampak kaget karena Dave tiba-tiba
muncul. Ia langsung menudukkan kepala seakan takut melihat wajah Dave. Belum
sempat Dave berkata-kata, Joana langsung mengulurkan sebuah benda yang
dicarinya dari tadi. Joana langsung berbalik pergi meninggalkan Dave yang
terbengong. Dave memegang tangan Joana, agar Joana tidak pergi.
“Tunggu
Jo, aku antar pulang ya..”
“Nggak
perlu!” ujar Joana sambil mengibaskan tangan Dave yang memegangnya. Joana
mempercepat langkahnya.
“Kenapa
sih dia?” pikir Dave.
***
Aku tak bisa melihat wajahnya. Melihatnya saja aku
sudah sakit. Aku kira yang membuka pembantunya, atau ibunya. Aku mengayuh
sepedaku lebih kuat. Air mataku tak bisa dibendung. Kenapa aku jatuh cinta
dengan orang yang salah. Kenapa orang itu mencintai orang lain. Hujan turun
rintik-rintik. Tapi lama-lama tambah deras, sementara rumahku masih jauh.
Jalanan mulai licin. Tiba-tiba sepedaku melindas kerikil dan aku kehilangan
kendali. Brak! Aku jatuh dari sepeda dan lututku menabrak trotoar hingga
berdarah. Seandainya saja aku mengikuti saran bunda untuk memakai celana
panjang tadi sebelum aku pergi. Hujan terus turun menambah perih luka dilututku
dan di hatiku. Aku menangis sambil memegangi lukaku. Tak ada orang yang peduli
denganku.
***
Sudah hampir 2 bulan, kami sangat sibuk berlatih.
Aku tidak terlalu memikirkan perasaanku tapi aku fokus pada latihan kami supaya
kami bisa memenangkan festival. Sudah hampir 2 bulan juga aku tidak bertemu
dengan Dave. Ada sedikit rindu sih, sedikit? Okey agak banyak, agak banyak?
Atau aku rindu berat? Ah tidak! Aku tidak merindukan Dave. Tidak boleh!. Apa
dia sekarang bersama Lena ya? apa akhirnya mereka jadian? Ah apa peduli ku!
Biarin aja mereka. Tapi aku ingin tahu. Pasti mereka sedang bahagia, bahkan
Dave pun sampai lupa dengan ku. Setidaknya Dave memberi tahuku. Atau aku
benar-benar dilupakan, atau bahkan aku di anggap angin lalu olehnya? Memikirkan
itu membuatku ingin menangis. Lebih baik aku latihan , oh iya sekarang kan
sudah jam 3. 15, janjian kan jam 3. Aah penyakit lamaku tidak pernah hilang.
Ngaret!. Aku segera meluncur ketempat latihan kami. Sesampainya ditempat
latihan seperti biasa aku menerima cacian dari mereka karena keterlambatan ku.
Aku tidak marah kok, habisnya sudah biasa. Hehe. Kami memutuskan untuk memilih
lagu yang ditulis Dave yang satunya, judulnya “Cerita”. Menurut Elin lagu ini
sesuai dengan karakter vokel ku. Sementara “Hati yang salah” sepertinya cocok
dinyanyikan Dave. Tapi Elin juga bilang kalau lagu “Cerita” akan lebih bagus
jika dinyanyikan duet dengan cowok, soalnya liriknya menggambarkan percakapan 2
orang kekasih. Seandainya ada Dave. Dia pasti bisa jadi pasangan duetku. Ah
kenapa mikirin Dave sih?
***
Handphoneku
bergetar, ternyata sms dari siapa ya? baru saja mau membuka smsnya,
handphonenya malah mati. Aku tidak membawa chargernya, mau pulang tapi
tanggung, tinggal sedikit lagi ngetiknya. Tiba-tiba hujan turun deras. Dan tap!
Lampu mati dan tugas-tugasku belum di print. Aaahhh benar-benar menyebalkan.
Sial sekali! Tidak bisa pulang, hujan pula. Aku segera ke kasir dan membayar
uang warnet. Di teras warnet ada tempat duduk, aku duduk disitu sambil
mengamati hujan. Seandainya komputer dirumah tidak rusak, tentunya aku tidak
perlu repot ke warnet. Sudah satu setengah jam aku menunggu, tapi hujan tidak
menunjukkan tanda mau berhenti. Musim penghujan memang menyusahkan semua orang,
termasuk aku. Sepertinya sampai sore nih hujannya baru berhenti, gila dong!
Masak aku duduk disini seharian. Kalau aku terobos basah dong? Ah coba saja aku
turuti kata bunda yang menyuruhku bawa jas hujan. Aku terobos sajalah, daripada
duduk disini terus. Aku mengambil sepedaku dan segera kukayuh sepedaku. Tidak
sampai 10 menit aku sudah sampai di rumah. aku segera masuk kerumah sambil
memegang dua lenganku. Aku menggigil kedinginan. Setelah smpai di kamar, aku
langsung ganti baju, dan kurebahkan tubuhku diatas kasur, tak lama kemudian aku
tertidur.
Jam
4 sore aku terbangun, lama juga sekitar 5 jam-an lah. Hujan sudah berhenti. Aku
terngat hp ku yang bergetar tadi. ku ambil hp ku yang ada di atas meja belajar,
buru-buru ku charger. Kuhidupkan hp ku, setelah menunggu beberapa saat, ku buka
smsnya.
Aku ingin memberitahu
sesuatu, jam 9 datang ke lapangan rumput di dekat komplek Perunggu. Jangan
sampai terlambat oke! Dave.
Hah?
Dave? Apa aku mimpi? Ku baca berulang-ulang sms itu. Berulang-ulang ku baca,
dan saat menyebut jam 9, sekarang kan sudah jam 5 sore! Hah aku terlambat
sekali dong? ah apa dia masih ada disitu, pasti dia sudah pulang. Tapi apa yang
mau diberitahunya sama aku? apa dia mau memberitahu kalau dia mau tunangan
dengan Lena? Hah! Benarkah? Oke aku akan benar-benar kehilangannya jika itu
benar. Tapi aku kan hanya menduga-duga. Lebih baik aku susul dia kesana. Ya
setidaknya aku berusaha menepati undangannya. Meskipun telat. Sesampainya di
sana, aku tidak menemukan siapapun, ya seperti yang ku duga sebelumnya. Aku
berbalik ingin pulang lagi. Tapi sekilas aku melihat seseorang yang berdiri
membelakangiku. Apa itu Dave?. Ku dekati sosok itu. Sosok itu merasakan
kedatanganku.
“Kan
sudah ku bilang jangan terlambat!” sosok itu ternyata Dave. Dave tampak
menyedihkan. Aku sedih melihatnya, aku ingin menangis, tapi kutahan. Baju Dave
tampak masih basah,wajahnya pucat dan bibirnya sedikit biru karena kedinginan.
Apa dia berdiri disini sejak jam 9 pagi tadi? untuk menungguku?.
“Aku
menunggu disini sudah 8 jam, apa kamu
fikir itu waktu yang sebentar?” tanyanya lagi. Aku tidak tahan, air mataku
jatuh. Tapi buru-buru kuusap.
“Maafkan
aku..” ujarku sambil menunduk. Aku tak bisa melihat wajahnya.
“Hanya
maaf? Kamu tidak tanya kenapa aku melakukan ini?”
“Tidak,
karena aku tau kamu melakukan ini karena kamu gila, kamu gila,” gila karena
sudah membuatku cinta sama kamu, dan ternyata kamu mencintai orang lain,gila
karena membuat aku seperti ini. Lanjutku dalam hati. Tentu saja dia tidak
mendengarnya.
“Jo,
lihat wajahku, lihat! Tidak bisa kah kamu lihat aku? kenapa kamu mendadak
berubah? Kamu menyiksa aku! tidakkah kamu mengerti kalau aku mencintai kamu??”
Seru Dave sambil mengguncang bahuku. Aku terkejut mendengar pernyataannya.tapi
aku tetap menunduk. Aku tidak tahu apa maksud dia bilang seperti ini. apakah
dia ingin menyakitiku lebih dalam lagi? Aku benar-benar malang. Aku menangis,
untuk siapa aku menangis? Iya, untuk kemalanganku. Dave memelukku erat. Ya
tidak apa-apa, ini untuk yang terakhir kalinya. Aku balas memeluknya erat. Dave
meskipun aku tidak melihat tapi aku tahu dia menangis, kenapa dia menangis? Aku
menumpahkan semua kerinduanku padanya melalui airmataku yang kian deras. Untuk
terakhir kali, untuk terakhir kali, untuk terakhir kali, beulang-ulang
kuingatkan kata-kata itu pada otakku. Dave terus memelukku seakan tidak ingin
aku pergi.
“Aku
cinta kamu Jo, aku cinta kamu, aku cinta kamu!!”
“Dave?”
seru seseorang dari belakang kami. Aku segera melepaskan pelukan Dave. Lena? Lena
menatap kami bergantian.
“Maaf
aku mengganggu kalian, aku akan pulang..” Lena berbalik dan segera meninggalkan
kami. Aku menyuruh Dave untuk menyusulnya.
“Biarkan
saja dia, untuk apa kususul..”
“Kamu
kan menyukainya, ayo, kejar, jangan biarkan dia terluka. Bilang ke dia kita
tidak ada hubungan apa-apa..” kalimat terakhir benar-benar menusukku sendiri.
“Tidak..
ada.. hubungan ..apa-apa? Lalu kenapa kamu menangis? Aku menyukai Luna? Dari
siapa kau tahu?” dari siapa kau tahu, berarti benar dia menyukai Lena. Oke,
bukankah memang itu kenyataannya.
“Ah
sekarang mengerti!” seru Dave, kemudian dia tertawa terbahak. Apanya yang lucu
sih. Aku menatap Dave kesal.
“Kamu pasti sudah membaca buku diary kakakku kan?
Iya betul Lena menyukaiku, tapi aku tidak menyukainya, dan kakakku menyukainya,
tapi saat dia tahu Lena menyukaiku, dia frustasi dan.. bunuh diri. Dan kamu
mengira yang menulis diary itu aku kan? Kejadian itu terjadi saat kami SMP,
Luna mungkin masih mencintai aku, tapi aku tidak pernah sedikitpun menyukai
dia. Makanya jangan suka mengambil barang orang diam-diam. Kalau kamu tanya ke
aku tentang buku itu aku mau kok ngejelasinnya. Kan jadi salah paham kayak gini
kan. Dan gara-gara itu kita menderita sendiri kan. Aku tau kamu juga suka kan
sama aku, tapi karena baca buku itu, kamu ngira aku yang suka sama Lena dan
cinta kamu bertepuk sebelah tangan..” aku mencoba mencerna satu persatu kalimat
Dave. Kakak? Aku menatap Dave meminta kejujuran. Dan aku tertawa terbahak. Aku
menutup wajahku dengan dua telapak tanganku, aku ingin menyembunyikan wajahku
yang malu. Jadi selama ini aku salah sangka? Aku tak tahan aku malu!! Dave
mengetawakanku yang salah tingkah. Dia membuka dua telapak tanganku. Dave
mengecup keningku hangat.
“Ingat kan, kamu masih punya utang sehari jadian
sama aku?” tentu saja aku ingat.
“Dan aku ingin kamu melunasi utang kamu, tapi aku
tambah utang kamu, kalau kamu tidak mau melaksanakannya maka aku akan memenjarakan kamu di kamarku..” lanjutnya.
“Memangnya hutang bisa ditambah? Tapi aku punya
syarat juga..”
***
Festival
musik berlangsung meriah. Selanjutnya adalah giliran kami. Elin membuka dengan
permainan gitarnya yang memukau, disusul Tania dengan drumnya kemudian serentak
kami berdendang.
“Kau yang selalu
menjagaku disaat ku bersedih dimana kau kini?”
“Aku selalu disisimu
tapi kita tak bisa bersama lagi..”
“Kau selalu memelukku
dimana kau kini?”
“Aku tak bisa memelukmu
lagi..”
“Aku tak mengerti,
kenapa semua ini terjadi?”
“Kau akan mengerti,
karena cinta yang akan membuatmu mengerti..”
“Jika Cinta kita tak
bisa menyatu, biarkanlah ini jadi sebuah cerita.. cerita yang kan kita kenang
selalu, hingga nafas kita tak berhembus lagi..”
Penonton
bergemuruh mendengar lagu kami. Aku puas sekali menyanyikan lagu ini. Akhirnya
latihan panjang kami berujung juga. ketika pengumuman hasil Festival, tenyata
kami tidak menang. Aku kecewa. Sangat kecewa.
“Jo,
masih banyak jalan menuju roma, masih banyak cara buat menuhin keinginan kamu,
Cuma belum saatnya sekarang, mungkin pemenangnya lebih membutuhkan uangnya
daripada kamu..” bujuk Dave. Tapi bujukannya tidak mempan. Aku masih terus cemberut. Seorang pria berjas mendekati kami.
“Saya
melihat potensi besar pada band kalian, jadi kalau kalian mau kami menawarkan
untuk kalian menuju kepopularitasan kalian menjadi artis untuk rekaman, untuk
keterangan lebih jelas kalian bisa membaca surat persetujuan ini, jika kalian
setuju kalian bisa menandatangani disini, dan membawa ke kantor kami..”
Serentak
aku, Elin, Tania, dan Luna bersorak kegirangan. Betul kata Dave masih ada
banyak cara buat bisa beli motor impianku.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar