Senin, 25 Mei 2015

Gara-gara Motor



Meraih mimpi
“Kamu kemana aja sih Jo? Kita udah terlambat 30 menit tau?!”  hardik Elin saat aku datang ke tempat kami latihan.
“Sory guys, aku tadi ada urusan sedikit, kita berangkat ke kafenya sekarang aja..”
Kami berempat segera meluncur menuju ke kafe Chalala, tempat manggung kami. Sesampainya disana.
“Kalian sadar ini sudah jam berapa?kalian sudah terlambat hampir satu jam, kalian fikir itu bisa ditoleransi? Meskipun kalian punya potensi kalau kalian ngaret terus seperti ini, siapa yang mau membayar kalian? Mungkin jika tidak ada pemuda itu,kalian masih bisa manggung disini hari ini, tapi sayangnya dia datang lebih cepat dari kalian..” ujar Manager kafe sambil menunjuk  seorang cowok yang sedang bernyanyi diiringi suara gitar.
“I’ve tried playing it cool, girl when i‘m looking at you, I can never  be brave, cause you make my heart race..” suara cowok itu terdengar sangat manis di telingaku, tanpa sadar aku juga ikut bernyanyi. Tapi Elin menarik lengan ku.
“Buat apa masih di sini, ini semua gara-gara kamu Jo, kamu sih ngaret terus, sekarang apa yang kita dapat? Kita gagal manggung, gagal dapat honor, dan satu lagi, manager kafe nggak mau kita manggung disini lagi, ini semua karena keterlambatan kamu jo, kamu ngapain aja sih? Sampai terlambat terus?”
“Nggak ada apa-apa kok, kalian kalau mau pulang-pulang aja duluan, aku mau ngelabrak orang yang udah ngerebut job kita hari ini..”
“Apaan sih, kamu yang bikin kita kehilangan job, udah deh masih ada banyak waktu mendingan kita latihan aja dulu..” ujar Luna.
“Tapi aku kan mau.. “
“Udah, nggak usah nyari masalah sama orang deh..”
Oke baiklah, tapi kalau aku ketemu lagi dengan cowok itu, ku marahi habis-habisan dia.
***
Hari ini jadwal les gitar, aku pergi dengan tak bersemangat. Ku kayuh sepedaku keras-keras, aku tidak mau berada dijalanan terlalu lama, selain karena matahari yang terik, juga karena debu yang banyak, kata bunda debu itu bisa bikin jerawatan, masa’ sih calon artis jerawatan, nanti nggak ada yang mau ngontrak aku lagi. Aku kencangkan tali tas gitar ku yang sedikit kendor. Dan ku kayuh lagi sepedaku keras-keras, sepedaku melaju kencang dan..
“Brak!!”
“Aawww!”
Aku tidak sempat mengerem sepedaku saat ada sepeda lain yang datang dari jalan lain saat aku berbelok, dan hasilnya aku bertabrakan dengan seorang cowok dan kami sama-sama terpental jauh dari sepeda. Aku meringis kesakitan, karena aku jatuh tepat diatas gitarku sendiri. Siku tangan ku berdarah. Jidatku perih dan terasa sakit. Aku mencoba berdiri dan menghampiri sepedaku yang penyok sana sini. Aku melihat kearah cowok yang menabrak ku tadi. Ternyata keadaannya lebih parah dari ku. Cowok itu juga membawa gitar dipunggungnya dan sepertinya gitarnya hancur. Darah segar keluar dari dahinya. Lengannya juga berdarah. Aku merasa sedikit prihatin. Tapi siapa yang salah? Aku yang mau berbelok, dan dia yang lurus dan kami sama-sama ngebut. Sudahlah, yang penting sekarang aku harus menyelamatkan orang ini dulu. Aku membantu cowok itu untuk duduk. Aku selalu membawa kotak p3k dari rumah seperti yang disarankan pelatih PMR di sekolahku. Dan ternyata berguna juga. Tapi sepertinya aku pernah melihat cowok ini. Ini kan cowok yang dikafe waktu itu!
“Kamu! Yang di kafe waktu itu kan?”
“Lo kenal gue? gue aja nggak kenal elo? Elo sok kenal ya..”  Cowok itu menjawab dengan pertanyaan mengesalkan. Bahkan cowok itu berdiri dan pergi mengambil sepedanya yang tidak lecet sedikit pun  tanpa mempedulikan aku yang berniat mengobatinya. Sementara sepedaku..
“Woy tunggu dulu, sepedaku penyok gara-gara kamu, kamu harus tanggung jawab dulu, jangan kabur aja!!” aku berteriak kesal, tapi cowok itu tidak mempedulikan teriakanku. Cowok itu benar-benar menyebalkan.
***
Festival musik sekota Jambi tinggal 2 bulan lagi. Kami sangat antusias, tentunya karena hadiahnya sangat besar bagiku. Jika kami bisa memenangkan festival uang hadiahnya jika ditambah uang tabungan hasil nge-band selama ini bisa cukup untuk membeli motor impianku. Aku sudah bosan kemana-mana pakai sepeda, ingin ku minta sama bunda, tapi tentu saja bunda tidak punya uang banyak. Untuk menghadapi Festival, Band kami harus terus berlatih. Dan hari ini kami berlatih. Biasanya aku terlambat terus, tapi hari ini sepertinya Tania sedikit terlambat. Elin mulai mengomel-ngomel. Aku pun mulai BT. Sedangkan Luna sibuk menghubungi Tania. Beberapa saat kemudian Tania masuk keruang latihan setelah menabrak pintu. Dengan nafas ngos-ngosan Tania menjelaskan alasan keterlambatannya.
“Maaf aku telat soalnya aku barusan dapat telpon dari panitia Festival musik kalau setiap peserta harus membawakan lagu sendiri. Kalau tidak terpaksa harus didiskualifikasikan..” ujar Tania yang membuat kami bertiga terhenyak. Kami selalu manggung dengan membawa lagu band lain yang terkenal. Dan selama ini tidak ada seorang pun diantara kami yang pernah menciptakan lagu.
***
“Sebelumnya sory banget, kita ngelakuin ini tanpa pesetujuan kamu  Jo, soalnya kalo kamu tau ini mungkin kamu akan nolak, kita ngelakuin ini juga karena untuk kebaikin band ini juga, dan dengan pertimbangan kamu sering telat, yang kami khawatirin adalah disaat audisi Festival musik kamu telat , padahal itu satu-satunya cara buat kita bisa sukses. Jadi kita mutusin buat nambah vokalis. Selain itu vokalis kita yang baru ini juga jago nulis lagu..” jelas Elin saat kami latihan. Memang sih keputusannya mendadak dan tidak ada persetujuan dari aku.
“Kenapa kamu bilang aku akan nolak, kalo kaya’ gitu tujuannya aku sih oke oke aja, asal jangan aku dikeluarin dari band aja. Dan sekarang mana orangnya, jangan bilang dia telat, kalo telat sama aja kan kayak aku?”
“Nah itu dia!” seorang cowok berjalan santai mendekati kami.  Aku terlonjak.
“Kenalin Jo, ini Dave, dia vokalis kedua The fly high, Dave ini Joana vokalis utama kita..” aku mengenali cowok itu sebagai orang yang merebut job manggung kami di kafe, dan orang kasar yang menabrak sepedaku waktu itu. Aku teringat lagi kecelakaan itu dan aku kesal. Aku menarik tangan Elin untuk memisahkan diri dari mereka. setelah sampai di ruang belakang kami berbicara.
“Kenapa harus dia sih? Kalian lupa kalo dia pernah ngerampas rejeki kita waktu di kafe, dan kemaren dia juga nabrak aku sampai sepeda ku penyok dan nggak mau tanggung jawab, orang kayak dia mau kalian jadiin partner?” aku emosi.
“Jo, soal yang di kafe itu udah berlalu lama, aku aja udah lupa sama kejadian itu, soal tabrakan, toh sekarang kamu baik-baik aja kan, dan itu juga masalah pribadi kamu sama Dave okey, jangan dibawa-bawa ke kerjaan, kamu harus belajar professional tau! lagian dia punya kualitas yang jauh lebih baik daripada lo, dia bisa bantu kita buat menangin Festival..” ujar Elin.
“Oke, dia punya kualitas yang baik dibanding aku, oke kalo gitu aku nggak ada gunanya di band ini? jadi maksud kamu aku nggak pantes di band ini lagi, hah, padahal yang ngusulin buat band dulu siapa, aku bener-bener nggak habis fikir, tapi oke kalo itu emang mau kalian, oke aku keluar dari band ini sekarang juga..” aku berbalik kembali keruang latihan dan mengambil tasku lalu pergi. Aku benar-benar sakit hati. Gara-gara cowok itu aku harus keluar dari band bentukanku sendiri? Terdengar Elin memanggilku dan meminta ku untuk kembali. Tapi aku benar-benar kesal hari ini.
***
Hari-hari berlalu membosankan. Biasanya jam segini aku sudah latihan sama The Fly High yang lain. Pasti sekarang mereka lagi latihan. Ya seperti kata Elin, aku suka terlambat dan aku tidak bisa nulis lagu seperti Dave. Aku memutuskan refreshing ke kafe milik tanteku. Tante segera memanggilku ketika aku sampai.
“Tumben sendirian Jo, biasanya bawa pasukan..” 
Tanteku bernama Nela usianya sekitar 27 tahun, dia paling sering mengundang The Fly High manggung di kafenya. Terkadang sih kuiyakan, tapi kadang juga enggak, soalnya nggak enak nyari uang dari keluarga sendiri. Belum lama mengobrol, tante Nela udah dipanggil anak buahnya. Sepertinya dia sangat sibuk hari ini, dia meninggalkanku sendirian. Akhirnya aku Cuma bengong-bengong nggak karuan. Tiba-tiba seseorang mendekatiku dan duduk didepan ku. Dave!
“Gue tau lo masih pengen gabung sama Fly High, Gue tau lo pengen ikut festival musik dan lo pengen beli motor kan dari uang hadiahnya..” aku mengiyakan kata-kata Dave dalam hati. Tapi untuk apa dia ngomong kayak gitu ke aku? apa dia mau pamer kalau sebentar lagi dia yang dapat uang yang harusnya milik aku. Tentunya kalau mereka menang.
“Kalo lo mau gue bisa berhenti jadi vokalis kedua band lo sekarang juga..”  kata-katanya membuat ku langsung bersorak kegirangan.
“Gue juga bisa bikini lagu buat kalian tapi dengan satu syarat..” lanjut Dave membuatku mengernyitkan dahi. Syarat?
“Lo harus mau jadi pacar bo’ongan gue selama 3 hari, dan selama 3 hari lo harus nurutin kata-kata gue..”
“Hah!! Syarat apaan tuh? Gila kamu!!” rasanya ingin ku pukuli anak itu dengan sepatuku. Apa-apaan sih dia. Dia mau ngejebak aku? aku harus berfikir keras. Kalau aku tolak syaratnya, dia jadi vokalis kedua, kalau aku tidak keluar dari band, berarti selamanya aku ngeliat dia, orang paling menyebalkan itu. Kalau aku keluar, hilang deh kesempatan aku beli motor. Kalau aku ikutin syaratnya, aku masih bisa ikut band, punya lagu, dan pastinya kesempatan menang di festival ada di tanganku, tapi syaratnya? Arrghh. Hanya 3 hari sih, tapi aku pasti disiksanya selama 3 hari itu. Tapi kan kayak kata pepatah “ Bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian”. Jadi aku harus terima syaratnya gitu?
Aku melirik Dave kesal.
“Oke aku mau ngikutin syarat kamu, tapi kamu janji ya bikinin lagu buat Fly High..”
“Oke, Deal..” Dave mengulurkan tangan kanannya, dan aku mengenggam tangannya dengan ogah.
“Siap-siap ya besok!” ujar Dave, sebelum pergi dia meminum jus jeruk ku sampai setengah gelas. Menyebalkan! Sepertinya aku memang harus menyiapkan mental untuk besok.
***
Duh! Cepat sekali hari berlalu. Sekarang aku harus siap-siap dan Dave akan menjemputku. Setelah pulang sekolah aku langsung ganti baju. Aku memakai kaos gombrong, celana jeans, sepatu kets, dan ku bawa tas kecil andalanku. Ku kuncir rambutku. Dan benar saja beberapa menit kemudian Dave meng-sms-ku kalau dia sudah didepan rumah aku. Aku segera turun kebawah. Aku benar-benar terkejut. Dave benar-benar keren saat itu tidak sepadan dengan pakaian ku. Apalagi dia datang dengan mobil sport atap terbuka berwarna keren. Aku benar-benar minder. Bunda ikut keluar melihat siapa yang datang. Sebelum Bunda berkata-kata, Dave mendekati Bunda dan menyalami tangan Bunda.
“Tante, saya mau pergi sama Joana bolehkan?” aku melihat wajah Bunda yang sumringah. Entah senang karena akhirnya aku punya pacar, atau senang karena Dave bawa mobil.
“Ya boleh silahkan, lama-lama juga nggak papa kok!” aku memelototi Bunda, kesal. Setelah berpamitan dengan Bunda, aku segera masuk ke mobil yang pintunya dibukakan Dave.
Sampai di mobil. Aku dan Dave sama-sama terdiam, sangat kaku. Aku tak tahu harus bicara apa. Aku juga minder dengan pakaian ku yang nggak kayak mau pergi ngedate. Dekil. Setelah beberapa saat, aku mau bicara.
“Kita mau kemana?” ujarku dan Dave bersamaan. Aku memandang Dave, dan Dave juga memandangku dan kami tertawa bersamaan. Setelah itu kami tidak kaku lagi. Kami bercerita seru. Dan aku suka Dave karena kalau bicara dengan dia sangat-sangat nyambung. Dave menghentikan mobilnya di tepi jalan.
“Kita jalan aja dari sini oke..” aku hanya mengangguk. Memangnya aku bisa menolak keinginan dia? Kan dia bilang aku harus nurutin kata-kata dia.
“Aku tebak ya.. pasti karena kamu takut bensin mobilnya abis trus kita nggak bisa pulang..”
“Salah! Soalnya mobil nggak bisa diajak jalan di trotoar kayak gini..” aku tertawa mendengar jawabannya. Kami melewati sebuah warung tegal. Aroma makanan menyebar dihidungku. Dan perut ku berbunyi. Aku kan belum makan siang!
“Kayak ada yang bunyi..” Dave mencari-cari suara yang didengarnya barusan.
“Stop! Itu bunyi perut ku. Laper.. kita makan ya..” aku menunjuk warteg didepan ku. Dave memandangi warteg dengan wajah enggan.
“Disini?”  aku dan Dave langsung masuk dan duduk disalah satu bangku. Dave memandangi tumpukan piring kotor dengan jijik. Aku memesan makanan dan beberapa saat kemudian makanan datang. Aku makan dengan sangat lahap.  Selesai makan aku mau membayar sendiri makananku. Karena Dave sudah diluar warteg tidak tahan. Kami melanjutkan berjalan kaki.  
Aku dan Dave sampai di toko pernak pernik. Aku menarik tangan Dave untuk masuk kedalam toko. Aku melihat banyak boneka dan memandanginya dari etalase dengan takjub. Juga didalam etalase yang lain ada banyak macam kotak musik. Mataku terpaku pada sebuah kotak musik warna putih berbentuk hati yang diatasnya ada boneka kelinci berkalung bintang. Ah lucu sekali. Ku keluarkan uang yang kumiliki. 10 ribu 3 dan 5 ribu satu. Dan kulihat harga kotak musik itu. Rp. 350.000. Wah mahal sekali. Aku menghela nafas kecewa. Aku keluar dari toko itu tanpa membeli apa-apa. Tapi mana Dave? Aku beputar-putar mencari Dave. Dimana dia?  Beberapa saat kemudian Dave keluar dari toko membawa sebuah bungkusan dan memberikannya padaku. Aku menerima dengan heran, ku buka bungkusan dan aku terkejut, Kotak musik yang kusuka.
“Kalau kamu mau sesuatu bilang ke aku, karena sekarang aku pacar kamu!”   aku memandangi Dave. Aku tidak enak. Kan ini hanya bohongan? Dave bahkan menggenggam tangan ku erat. Ya apa yang bisa kulakukan, kan dia bilang aku harus nurutin kata-kata dia. Kami berjalan lagi. Sampai disebuah taman. Banyak orang berkerumun. Aku mencoba melihat dibalik kerumunan ternyata ada pengamen yang bermain gitar. Suaranya lumayan. Setelah pengamen itu selesai bernyanyi, Dave maju dan berbicara dengan pengamen itu. Sepertinya dia meminjam gitar. Dave kemudian duduk memangku gitar. Ia mulai memetik gitarnya.
“I’ve tried playing it cool, girl when i‘m looking at you, I can never  be brave, cause you make my heart race.. shot me out of the sky.. youre my kryptonite.. you keep making me weak, yeah frozent and can’t breathe..somethings gotta get loud, cause and just make you see.. and I need here with now, cause you got that one thing.. So! Get out, get out, get out of my head, and falling into my arms instead.. I don’t, I don’t, don’t know what it is, but I need that one thing, you got that one thing..” lagu one direction terdengar berbeda ketika dinyanyikan Dave, terlebih karena Dave bernyanyi sambil memandangi ku dalam-dalam. Aku merasa aneh.
“Lagu ini untuk pacarku yang selalu mendampingiku..” kata Dave sambil menunjuk aku. Orang-orang memandangiku dan bertepuk tangan. Aku tersenyum terpaksa. Dave mendekatiku dan memelukku erat. Apa sih maksud dia? Benar-benar menyebalkan.
“Kamu apa-apaan sih, sengaja bikin aku malu ya?”bisikku ditelinganya.
“Jangan berisik, kan sudah aku bilang kalau kamu harus nurutin kata-kata aku, lagian status pacaran tidak ada artinya jika tanpa pembuktian kan?”
“Oke, tapi aku tidak mau lama-lama disini..”  kami pun segera keluar dari kerumunan orang-orang itu.
Oke aku harus terus mengikuti kata-katanya selama dua hari lagi. Aku harus sabar.  Dave mengajakku bercanda. Tapi aku hanya diam seribu bahasa. Dave menyadari aku marah dan segera mengajakku pulang. Dia menyuruh ku menunggu di depan sebuah toko roti. Kemudian dia berlari untuk mengambil mobil. Beberapa saat kemudian Dave kembali dengan mobilnya. Akhirnya aku pulang juga.
***
Hari ini Dave mengajakku ke Dufan. Aku senang sekali, tapi tak kutunjukkan didepan Dave. Sesampainya di Dufan aku berteriak ingin naik Halilintar. Dave pun memesan dua tiket untuk aku dan untuk dia sendiri. Giliran kami tiba. Aku tegang sekali. Keringat dingit bercucuran. Tapi Dave memegang tanganku erat. Aku memandangnya dia memandangku balik.
“Jangan takut Jo! Kamu pasti bisa. Semangat!” Dave tersenyum padaku dengan ceria. Ya ketegangan ku mulai berkurang sih tapi ketika halilintarnya mulai naik keatas , aku berteriak kencaaaaangg.
Setelah halilintarnya berhenti berputar, aku cepat-cepat turun dan muntah-muntah. Dave sedikit khawatir dengan keadaanku.
“Jo, tunggu disini, aku mau membeli minuman..” Dave segera belari meninggalkanku yang terkapar lemas. Aku duduk menunggu Dave. 5 menit. 10 menit. 15 menit. Dave belum juga kembali. Aku gelisah. Segera kususul Dave. Dimana sih dia? Kuedarkan pandanganku keseluruh tempat ini. tidak ada juga. Aku berjalan kearah selatan. Ternyata dia disana, sedang berbicara dengan seorang perempuan cantik dengan rambut panjang dan ikal sepinggang, perempuan itu  menyandang tas bermotif bunga-bunga. Benar-benar feminim. Sedangkan aku? benar-benar bertolakbelakang dengan perempuan itu. Tapi kenapa aku membandingkan diri dengan dia. Dave memegang sebuah botol minuman ditangannya. Baru saja aku  hendak bersembunyi tapi tidak jadi karena Dave melihatku dan melambaikan tangannya padaku. Terpaksa aku mendekati mereka. dave memperkenalkan cewek itu padaku.
“Jo kenalin ini Lena, Lena ini Jo, temen gue.” kata Dave.
Lena mengulurkan tangan kanannya dengan ramah. Ramah?  Memang ramah, tapi aku bisa melihat sinar ketidaksukaan dari matanya.
Seorang pria bertubuh besar datang dan merangkul pundak Lena mesra. Dan aku melihat rona wajah Dave yang cerah berubah suram.  Aku sepertinya mengerti.
“Gua balik dulu ya Len..” ujar Dave, ia langsung berbalik meninggalkan Lena dan pacarnya. Aku mengejarnya dengan susah payah. Dia berjalan setengah berlari. Aku berusaha mensejajari langkah Dave.
“Dave bisa pelanan dikit nggak jalannya?” kata ku dengan nafas ngos-ngosan. Dave tak mendengarkan kataku.
“Memangnya dia selingkuh? Atau kamu nya yang masih cinta atau dua-duanya?” tanya ku pada Dave. Tapi aku menyadari kesalahan ku.
“Maaf aku bukannya mau ikut campur, tapi sepertinya pacaran itu tidak enak..”
“Kamu sudah jadi pacar aku kenapa harus ada kata “sepertinya”?” aku terkejut.
“Tapi kan itu cuma bohongan buktinya kamu bilang ke dia kalau aku temen kamu?” Dave menghentikan langkahnya dan tersenyum padaku.
“Hey.. kenapa bisa tersenyum seperti itu, bukannya sedang patah hati?” seruku. Dave tersenyum lagi dan mengacak rambutku lembut.
“Terima kasih, terima kasih, seharusnya aku mengakui kamu sebagai pacarku didepannya tadi..”  aku mengangguk senang. Ya meskipun sebenarnya aku tidak suka dianggap jadi pacarnya. Tapi kalau untuk menolong orang yang disakiti, kurasa tidak apa-apa.
Kami berjalan menuju pantai Ancol. Sekarang sudah hampir senja. Kami duduk di karang ditepi pantai. Pemandangan matahari terbenam sangat indah dinikmati sekarang ini. Aku mengambil foto bersama Dave. Click. Dave mengacungkan jari tangannya membentuk huruf  “V”. Sementara aku tersenyum dengan sebelah mata disipitkan. Setelah itu kami melanjutkan berjalan menyusuri pantai. Aku melihat seorang pedagang boneka teddy bear pasangan. Aku mendekati pedagang itu. Bonekanya lucu-lucu sekali. Teddy bear sebesar kepalan tangan, yang satu berjas, dan yang satunya bergaun sambil memegang hati satu sama lain. Pedagang itu menjelaskan dihati yang dipegang oleh masing-masing boneka bisa dituliskan nama pasangan masing-masing. Aku bersorak kagum. Kubujuk Dave membelikannya untukku. Dave menolak. Aku terus membujuknya akhirnya Dave luluh, setelah memberikan uang pada pedagangnya, aku mengambil dua pasang Teddy bear, pada hati yang dipegang teddy bear bergaun kutulis namaku, sedang yang berjas kutulis nama Dave.  Aku memberikan yang bergaun pada Dave.
“Ini bukti kalau kita pernah pacaran, meskipun bohong-bohongan, terserah mau disimpan atau dibuang.. dan  yang berjas ini untukku..”
“Masa’ aku yang bergaun, nggak mau ah! Kamu boneka yang bergaun aja, kamu kan cewek..”
“Nggak mau!” kataku. Dave mencoba merebut boneka berjas dari tanganku. Tapi aku melarikan diri. Dave mengejarku. Kami berkejar-kejaran di tepi pantai.
***
Ternyata Lena dan pacarnya juga sedang menikmati sunrise di tepi pantai. Lena menyapa kami duluan.
“Hei, kita ketemu lagi, kalian belum pulang ya?” Tanya Lena.
“Belum Len, kita masih jalan kok, iya kan sayang ?” ujar Dave sambil mengecup pipiku lembut. Dave melingkarkan tangannya dipinggangku. Aku shock dengan perlakuannya. Dia boleh memperlakukan cewek lain seperti ini, tapi aku? . Aku menyimpan marahku dalam hati. Aku benar-benar tidak habis fikir. Aku tidak bisa diperlakukan seperti ini. Dia seperti mengambil kesempatan dalam kesempitan. Dia fikir karena perjanjian itu dia bisa melakukan semua hal yang disukainya padaku? Sekarang aku berfikir lebih baik aku kehilangan band, dari pada harus diperlakukan seperti ini. Cowok memang brengsek. Ku coba menetralkan perasaanku saat ini.
“Wah tadi katanya temen, sekarang udah sayang-sayangan..”  Kata Lena lagi. Dave hanya tersenyum tipis. Dave mengajakku pergi dari tempat itu. Setelah agak jauh dari Lena. Barulah aku mulai membuka suara.
“Sekarang aku ngerti kenapa kamu mau pura-pura pacaran sama aku, karena dia kan?”
“Siapa bilang karena dia?  Lagian kenapa jadi musingin hal itu sih?”
“Kamu tanya Kenapa musingin hal itu? Aku sekarang sadar sepertinya kita salah, kita bohongin semua orang..”
“Kenapa baru nyadar? Kita bahkan udah bohongin orang lain dari kemaren kan?” aku benar-benar kesal dengan jawabannya.
“Lebih baik kita akhiri sandiwara ini, lebih baik aku kehilangan band, daripada harus menyakiti hati orang lain!” 
“Hey itu alasan yang tidak masuk akal, kenapa berhenti ditengah jalan, padahal tinggal sehari lagi!”
“Terima kasih, tapi sepertinya aku masih punya banyak kesempatan..”
“Jo, kamu kenapa sih? Aneh sekali..”
“Aku mau pulang!”
***
Aku kenapa sih? Dave kau fikir cuma kau yang heran dengan sikapku tadi? Aku sendiri saja heran, kenapa mendadak jadi bad mood kayak tadi. Aku mengambil boneka Teddy bear yang tadi ku beli.  Ku pandangi boneka itu. Aku baru sadar kalau boneka ini tidak tersenyum dan tidak cemberut. Aku teringat wajah Lena. Kenapa aku merasa tidak suka. Cemburukah? Entahlah.
***
“Aku kira dengan cara itu lah dia bisa melupakan aku kak. Tapi sepertinya dia malah tersakiti. Jo juga aneh, tiba-tiba dia marah, aku benar-benar tidak mengerti wanita. Kak, yang jelas aku minta maaf, mungkin seandainya kau masih disini, kau akan bosan mendengar permintaan maafku yang sudah ku ucapkan mungkin sudah beribu kali. Aku tidak tau diaa menyukaiku, dan kau menyukainya, kak...   “ Dave tersenyum pada sebuah foto yang dipegangnya.
***
Sedari tadi aku menunggu Dave. Tapi yang kutunggu tidak datang-datang juga. Apa dia benar-benar menganggap serius ucapanku waktu itu? Ah aku jadi bingung. Aku memang aneh waktu itu. Setelah kufikir-fikir kan aku bohongin orangnya tinggal sehari ini aja, dan besok aku akan kembali ke band ku dengan bahagia. Tiba-tiba telpon rumah ku berbunyi. Aku segera mengangkat.
“Cek E-mail lo, gue udah kirim 2 lagu buat Fly high. Tiit tiit.” Mati sebelum aku sempat berbicara. Maksudnya apa?
Giliran hp ku yang berbunyi. Aku mengangkatnya.
“Sekarang ke tempat latihan Jo, Dave ngundurin diri tuh,” suara Luna. Aku segera mengiyakan dan cepat-cepat aku pergi ke tempat latihan. Sampai ditempat latihan, aku mengecek e-mail ku dan benar saja, ada 2 buah lagu yang dikirim oleh Dave lengkap dengan kuncinya. Ku print dan kutunjukkan pada Elin. Elin langsung mencobanya dengan gitar. Lagu yang satu berjudul “Hati yang salah”, ku baca liriknya, sedih sekali, menggambarkan orang yang terluka karena cintanya salah. Apa ini lagu ketika dia diputusi Lena? Tapi apa maksudnya? Salah kenapa?
***
Ban sepeda ku bocor terpaksa aku berjalan kaki dengan mendorong sepeda. Apalagi aku tidak bawa uang sekarang, jadi meskipun banyak tambal ban tetap percuma karena aku tidak bawa uang. Yang kubutuhkan sekarang adalah malaikat penolong! Saatnya merayu Tuhan. Tuhan yang baik, kirimkanlah malaikat penolong untukku. Ternyata Tuhan langsung mendengar doaku. Aku bersorak kegirangan saat mobil sport warna merah berhenti didekatku. Pemiliknya tersenyum padaku dan mempersilahkanku naik. Sepedaku di titipkan dibengkel seberang jalan. Sementara aku naik ke mobil. Dave memandangiku, aku mendadak tersadar, aku bahagia kalau dipandanginya dan aku seperti tidak punya beban jika bersama dia. Apa itu artinya aku jatuh cinta?
Aku menendang sesuatu di jok mobil. Aku menunduk untuk melihat apa yang kutendang. Aku tidak menemukan sesuatu apapun kecuali sebuah notes berwarna hijau tua. Aku memungut notes itu. Dave mengingatkanku kalau aku sudah sampai dirumah. Aku terkejut dan reflex memasukkan notes ditanganku kedalam tas sampingku. Cepat-cepat aku turun dari mobil Dave.
***
Aku membuka lembar pertama, sebuah foto jatuh, aku memungutnya. Foto Lena.
 “Udara terasa panas sekali hari ini, tapi berubah jadi sejuk saat aku melihatnya pertama kalinya di sebuah toko buku. Dia menjatuhkan buku tepat saat aku berada didepannya. Saat itu jantungku langsung berdetak.”
“Pertama kalinya dia tersenyum padaku, rasanya seperti terbang. Ternyata dia satu sekolah denganku. Ya dia cantik sekali, ku akui itu,”
“Dia memberiku air minum ketika pelajaran olahraga. Dia benar-benar baik.”
“Aku mendapatkan fotonya, aku senang sekali. Meskipun hanya foto.”
“Aku menulis surat cinta ku untuknya. Memang kedengarannya kuno. Aku tidak berani bicara langsung. Aku menulis berkali-kali sampai jam 12 malam baru aku tidur.”
“Dia membacakan surat cintaku didepan kelas. Aku sakit hati sekali. Tapi bukan itu yang membuatku sakit. Dia dengan terang-terangan bilang kalau dia lebih menyukai adikku yang ada di kelas sebelah. Aku tak tahu harus apa saat ini. Kepalaku pusing.”
“Aku merasa tenang, satu hal yang kuingat aku mencintai Lena,selamanya dan tak akan berubah..”
 aku membalik lagi lembar selanjutnya. Kosong!
Air mataku menitik.  Sekarang aku mengerti isi lagu yang dibuat Dave, sama persis seperti penulis buku ini.Jika yang menulis buku ini Dave, berarti..
Untuk pertama kalinya aku mencintai seseorang. Ternyata mencintai itu benar-benar menyakitkan. Sekarang rasanya aku tidak punya tenaga untuk bergerak. Apa dunia ini masih berputar? Aku ingin dunia berhenti berputar, biar aku tidak merasakan sakit ini lagi. Kali ini air mataku semakin deras. Terbayang di benakku senyumnya yang manis, ketika dia menyemangati aku untuk naik halilintar. Air mataku makin deras. Kuambil tedy bear yang duduk diatas meja belajarku. Ku peluk erat boneka itu seakan aku memeluk Dave.
***
Semua sudut kamarnya sudah ia telusuri, tapi tidak ada tanda-tanda keberadaan notes warna hijau tua itu. Dibongkarnya satu persatu lemari yang ada dikamarnya. Mulai dari lemari pakaian, lemari buku, rak sepatu. Dave mulai kesal. Kamarnya sudah mirip kapal pecah tapi notes itu belum ketemu juga. Tiba-tiba bel rumahnya berbunyi nyaring. Dave segera berlari keluar untuk membuka pintu. Kebetulan rumahnya hari ini kosong, hanya ada dia. Dave membuka pintu. Ternyata Joana yang datang. Joana tampak kaget karena Dave tiba-tiba muncul. Ia langsung menudukkan kepala seakan takut melihat wajah Dave. Belum sempat Dave berkata-kata, Joana langsung mengulurkan sebuah benda yang dicarinya dari tadi. Joana langsung berbalik pergi meninggalkan Dave yang terbengong. Dave memegang tangan Joana, agar Joana tidak pergi.
“Tunggu Jo, aku antar pulang ya..”
“Nggak perlu!” ujar Joana sambil mengibaskan tangan Dave yang memegangnya. Joana mempercepat langkahnya.
“Kenapa sih dia?” pikir Dave.
***
Aku tak bisa melihat wajahnya. Melihatnya saja aku sudah sakit. Aku kira yang membuka pembantunya, atau ibunya. Aku mengayuh sepedaku lebih kuat. Air mataku tak bisa dibendung. Kenapa aku jatuh cinta dengan orang yang salah. Kenapa orang itu mencintai orang lain. Hujan turun rintik-rintik. Tapi lama-lama tambah deras, sementara rumahku masih jauh. Jalanan mulai licin. Tiba-tiba sepedaku melindas kerikil dan aku kehilangan kendali. Brak! Aku jatuh dari sepeda dan lututku menabrak trotoar hingga berdarah. Seandainya saja aku mengikuti saran bunda untuk memakai celana panjang tadi sebelum aku pergi. Hujan terus turun menambah perih luka dilututku dan di hatiku. Aku menangis sambil memegangi lukaku. Tak ada orang yang peduli denganku.
***
Sudah hampir 2 bulan, kami sangat sibuk berlatih. Aku tidak terlalu memikirkan perasaanku tapi aku fokus pada latihan kami supaya kami bisa memenangkan festival. Sudah hampir 2 bulan juga aku tidak bertemu dengan Dave. Ada sedikit rindu sih, sedikit? Okey agak banyak, agak banyak? Atau aku rindu berat? Ah tidak! Aku tidak merindukan Dave. Tidak boleh!. Apa dia sekarang bersama Lena ya? apa akhirnya mereka jadian? Ah apa peduli ku! Biarin aja mereka. Tapi aku ingin tahu. Pasti mereka sedang bahagia, bahkan Dave pun sampai lupa dengan ku. Setidaknya Dave memberi tahuku. Atau aku benar-benar dilupakan, atau bahkan aku di anggap angin lalu olehnya? Memikirkan itu membuatku ingin menangis. Lebih baik aku latihan , oh iya sekarang kan sudah jam 3. 15, janjian kan jam 3. Aah penyakit lamaku tidak pernah hilang. Ngaret!. Aku segera meluncur ketempat latihan kami. Sesampainya ditempat latihan seperti biasa aku menerima cacian dari mereka karena keterlambatan ku. Aku tidak marah kok, habisnya sudah biasa. Hehe. Kami memutuskan untuk memilih lagu yang ditulis Dave yang satunya, judulnya “Cerita”. Menurut Elin lagu ini sesuai dengan karakter vokel ku. Sementara “Hati yang salah” sepertinya cocok dinyanyikan Dave. Tapi Elin juga bilang kalau lagu “Cerita” akan lebih bagus jika dinyanyikan duet dengan cowok, soalnya liriknya menggambarkan percakapan 2 orang kekasih. Seandainya ada Dave. Dia pasti bisa jadi pasangan duetku. Ah kenapa mikirin Dave sih?
***
Handphoneku bergetar, ternyata sms dari siapa ya? baru saja mau membuka smsnya, handphonenya malah mati. Aku tidak membawa chargernya, mau pulang tapi tanggung, tinggal sedikit lagi ngetiknya. Tiba-tiba hujan turun deras. Dan tap! Lampu mati dan tugas-tugasku belum di print. Aaahhh benar-benar menyebalkan. Sial sekali! Tidak bisa pulang, hujan pula. Aku segera ke kasir dan membayar uang warnet. Di teras warnet ada tempat duduk, aku duduk disitu sambil mengamati hujan. Seandainya komputer dirumah tidak rusak, tentunya aku tidak perlu repot ke warnet. Sudah satu setengah jam aku menunggu, tapi hujan tidak menunjukkan tanda mau berhenti. Musim penghujan memang menyusahkan semua orang, termasuk aku. Sepertinya sampai sore nih hujannya baru berhenti, gila dong! Masak aku duduk disini seharian. Kalau aku terobos basah dong? Ah coba saja aku turuti kata bunda yang menyuruhku bawa jas hujan. Aku terobos sajalah, daripada duduk disini terus. Aku mengambil sepedaku dan segera kukayuh sepedaku. Tidak sampai 10 menit aku sudah sampai di rumah. aku segera masuk kerumah sambil memegang dua lenganku. Aku menggigil kedinginan. Setelah smpai di kamar, aku langsung ganti baju, dan kurebahkan tubuhku diatas kasur, tak lama kemudian aku tertidur.
Jam 4 sore aku terbangun, lama juga sekitar 5 jam-an lah. Hujan sudah berhenti. Aku terngat hp ku yang bergetar tadi. ku ambil hp ku yang ada di atas meja belajar, buru-buru ku charger. Kuhidupkan hp ku, setelah menunggu beberapa saat, ku buka smsnya.
Aku ingin memberitahu sesuatu, jam 9 datang ke lapangan rumput di dekat komplek Perunggu. Jangan sampai terlambat oke! Dave.
Hah? Dave? Apa aku mimpi? Ku baca berulang-ulang sms itu. Berulang-ulang ku baca, dan saat menyebut jam 9, sekarang kan sudah jam 5 sore! Hah aku terlambat sekali dong? ah apa dia masih ada disitu, pasti dia sudah pulang. Tapi apa yang mau diberitahunya sama aku? apa dia mau memberitahu kalau dia mau tunangan dengan Lena? Hah! Benarkah? Oke aku akan benar-benar kehilangannya jika itu benar. Tapi aku kan hanya menduga-duga. Lebih baik aku susul dia kesana. Ya setidaknya aku berusaha menepati undangannya. Meskipun telat. Sesampainya di sana, aku tidak menemukan siapapun, ya seperti yang ku duga sebelumnya. Aku berbalik ingin pulang lagi. Tapi sekilas aku melihat seseorang yang berdiri membelakangiku. Apa itu Dave?. Ku dekati sosok itu. Sosok itu merasakan kedatanganku.
“Kan sudah ku bilang jangan terlambat!” sosok itu ternyata Dave. Dave tampak menyedihkan. Aku sedih melihatnya, aku ingin menangis, tapi kutahan. Baju Dave tampak masih basah,wajahnya pucat dan bibirnya sedikit biru karena kedinginan. Apa dia berdiri disini sejak jam 9 pagi tadi? untuk menungguku?.
“Aku menunggu disini sudah  8 jam, apa kamu fikir itu waktu yang sebentar?” tanyanya lagi. Aku tidak tahan, air mataku jatuh. Tapi buru-buru kuusap.
“Maafkan aku..” ujarku sambil menunduk. Aku tak bisa melihat wajahnya.
“Hanya maaf? Kamu tidak tanya kenapa aku melakukan ini?”
“Tidak, karena aku tau kamu melakukan ini karena kamu gila, kamu gila,” gila karena sudah membuatku cinta sama kamu, dan ternyata kamu mencintai orang lain,gila karena membuat aku seperti ini. Lanjutku dalam hati. Tentu saja dia tidak mendengarnya.
“Jo, lihat wajahku, lihat! Tidak bisa kah kamu lihat aku? kenapa kamu mendadak berubah? Kamu menyiksa aku! tidakkah kamu mengerti kalau aku mencintai kamu??” Seru Dave sambil mengguncang bahuku. Aku terkejut mendengar pernyataannya.tapi aku tetap menunduk. Aku tidak tahu apa maksud dia bilang seperti ini. apakah dia ingin menyakitiku lebih dalam lagi? Aku benar-benar malang. Aku menangis, untuk siapa aku menangis? Iya, untuk kemalanganku. Dave memelukku erat. Ya tidak apa-apa, ini untuk yang terakhir kalinya. Aku balas memeluknya erat. Dave meskipun aku tidak melihat tapi aku tahu dia menangis, kenapa dia menangis? Aku menumpahkan semua kerinduanku padanya melalui airmataku yang kian deras. Untuk terakhir kali, untuk terakhir kali, untuk terakhir kali, beulang-ulang kuingatkan kata-kata itu pada otakku. Dave terus memelukku seakan tidak ingin aku pergi.
“Aku cinta kamu Jo, aku cinta kamu, aku cinta kamu!!”
“Dave?” seru seseorang dari belakang kami. Aku segera melepaskan pelukan Dave. Lena? Lena menatap kami bergantian.
“Maaf aku mengganggu kalian, aku akan pulang..” Lena berbalik dan segera meninggalkan kami. Aku menyuruh Dave untuk menyusulnya.
“Biarkan saja dia, untuk apa kususul..”
“Kamu kan menyukainya, ayo, kejar, jangan biarkan dia terluka. Bilang ke dia kita tidak ada hubungan apa-apa..” kalimat terakhir benar-benar menusukku sendiri.
“Tidak.. ada.. hubungan ..apa-apa? Lalu kenapa kamu menangis? Aku menyukai Luna? Dari siapa kau tahu?” dari siapa kau tahu, berarti benar dia menyukai Lena. Oke, bukankah memang itu kenyataannya.
“Ah sekarang mengerti!” seru Dave, kemudian dia tertawa terbahak. Apanya yang lucu sih. Aku menatap Dave kesal.
“Kamu pasti sudah membaca buku diary kakakku kan? Iya betul Lena menyukaiku, tapi aku tidak menyukainya, dan kakakku menyukainya, tapi saat dia tahu Lena menyukaiku, dia frustasi dan.. bunuh diri. Dan kamu mengira yang menulis diary itu aku kan? Kejadian itu terjadi saat kami SMP, Luna mungkin masih mencintai aku, tapi aku tidak pernah sedikitpun menyukai dia. Makanya jangan suka mengambil barang orang diam-diam. Kalau kamu tanya ke aku tentang buku itu aku mau kok ngejelasinnya. Kan jadi salah paham kayak gini kan. Dan gara-gara itu kita menderita sendiri kan. Aku tau kamu juga suka kan sama aku, tapi karena baca buku itu, kamu ngira aku yang suka sama Lena dan cinta kamu bertepuk sebelah tangan..” aku mencoba mencerna satu persatu kalimat Dave. Kakak? Aku menatap Dave meminta kejujuran. Dan aku tertawa terbahak. Aku menutup wajahku dengan dua telapak tanganku, aku ingin menyembunyikan wajahku yang malu. Jadi selama ini aku salah sangka? Aku tak tahan aku malu!! Dave mengetawakanku yang salah tingkah. Dia membuka dua telapak tanganku. Dave mengecup keningku hangat.
“Ingat kan, kamu masih punya utang sehari jadian sama aku?” tentu saja aku ingat.
“Dan aku ingin kamu melunasi utang kamu, tapi aku tambah utang kamu, kalau kamu tidak mau melaksanakannya maka aku akan  memenjarakan kamu di kamarku..” lanjutnya.
“Memangnya hutang bisa ditambah? Tapi aku punya syarat juga..”
***
Festival musik berlangsung meriah. Selanjutnya adalah giliran kami. Elin membuka dengan permainan gitarnya yang memukau, disusul Tania dengan drumnya kemudian serentak kami berdendang.
“Kau yang selalu menjagaku disaat ku bersedih dimana kau kini?”
“Aku selalu disisimu tapi kita tak bisa bersama lagi..”
“Kau selalu memelukku dimana kau kini?”
“Aku tak bisa memelukmu lagi..”
“Aku tak mengerti, kenapa semua ini terjadi?”
“Kau akan mengerti, karena cinta yang akan membuatmu mengerti..”
“Jika Cinta kita tak bisa menyatu, biarkanlah ini jadi sebuah cerita.. cerita yang kan kita kenang selalu, hingga nafas kita tak berhembus lagi..”  
Penonton bergemuruh mendengar lagu kami. Aku puas sekali menyanyikan lagu ini. Akhirnya latihan panjang kami berujung juga. ketika pengumuman hasil Festival, tenyata kami tidak menang. Aku kecewa. Sangat kecewa.
“Jo, masih banyak jalan menuju roma, masih banyak cara buat menuhin keinginan kamu, Cuma belum saatnya sekarang, mungkin pemenangnya lebih membutuhkan uangnya daripada kamu..” bujuk Dave. Tapi bujukannya tidak mempan. Aku masih terus cemberut.  Seorang pria berjas mendekati kami.
“Saya melihat potensi besar pada band kalian, jadi kalau kalian mau kami menawarkan untuk kalian menuju kepopularitasan kalian menjadi artis untuk rekaman, untuk keterangan lebih jelas kalian bisa membaca surat persetujuan ini, jika kalian setuju kalian bisa menandatangani disini, dan membawa ke kantor kami..”
Serentak aku, Elin, Tania, dan Luna bersorak kegirangan. Betul kata Dave masih ada banyak cara buat bisa beli motor impianku.
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

My Little Sistaa

My Little Sistaa
Her name is Nur Alvina Ilyas, born : Kuala Tungkal city, 7 November 2010 , 2:00 AM.