Senin, 25 Mei 2015

Cintai ibumu selagi bisa



Aku membenci ibuku. Waktu itu sekitar 5 tahun yang lalu. Tepatnya ketika aku tamat sekolah dasar. Umurku masih 11 tahun. Umur yang menurutku sangat rentan. Masih membutuhkan bimbingan dan bantuan orang tua. Masih manja-manjanyalah. Tapi ibuku dengan teganya mengirimku ke luar kota untuk melanjutkan sekolah. Jauh dari rumah, dari keluarga, teman-teman. Padahal aku sudah memohon, mengemis-ngemis meminta supaya ia membatalkan niatnya. Aku menangis, merajuk, menendang-nendang dinding kamar, semuanya sudah kulakukan. Tapi hati ibuku keras seperti batu. Saat itu aku tak mengerti bkenapa. Aku tidak mengerti maksud ibuku. Yang ada dalam benakku hanya kemarahan, sakit hati, sedih, kekecewaan mendalamyang tidak hilang dengan mudah  dan rasanya ingin mati. Benar-benar kiamat bagiku saat itu.
Ada juga saat-saat aku marah pada Tuhan. Aku pikir Tuhan benar-benar tidak adil padaku. Kenapa Ia membedakan jalan hidupku dengan jalan hidup teman-temanku yang lain. Kenapa aku berbeda dari mereka? Kenapa mereka masih bisa merasakan kasih sayang orang tuanya sedangkan aku tidak? Karena selain disuruh keluar kota, aku juga disuruh masuk sekolah keagamaan yang sama sekali tidak pernah terbayangkan dalam benakku. Padahal teman-temanku masuk sekolah umum semua sementara aku masuk sekolah keagamaan yang argh! Bagi kami sekolah itu sama sekali tidak keren. Memakai jilbab. Aku benar-benar tidak menyukainya sat itu. dan kekecewaanku makin berlipat-lipat. Aku sedih sekali.
2 minggu pertama, ibuku menemaniku di kosan. Memasak, mencuci bajuku masih ia yang melakukannya. Namun setelah 2 minggu, ibuku kembali ke kampung kami. Saat itulah aku merasa benar-benar menjadi anak terbuang. Ketika Kak Tin, nama kakak yang sekamar denganku, pergi kuliah dan aku kebetulan masuk siang, mulailah rasa kecewa itu berkelebat dihatiku. Aku menangis sepanjang hari sampai mataku bengkak. Malam harinya juga begitu. Aku mulai menangis sambil menahan isaknya supaya tidak terdengar Kak Tin yang sudah tidur disampingku. Aku teringat ibuku, teringat betapa senangnya mereka dirumah sementara aku sendirian disini. Itulah saat paling menyedihkan dalam hidupku.
Sampai aku mendengar percakapannya dengan tetangga kami ketika libur sekolah dan aku pulang ke rumah. ia bilang “Yang bisa kita lakukan cuma memberikan yang terbaik untuk anak-anak kita, bahkan meskipun harus mengorbankan kepentingan kita sendiri.” Malamnya aku memikirkan kata-kata itu sebelum tidur. Aku tersadar, betapa ibuku sangat menyayangiku. Seandainya ia tidak membiarkanku tinggal sendiri aku pasti tidak akan bisa jadi orang yang mandiri seperti sekarang. Aku juga akan terkurung di kampung ini dan tidak akan pernah mengenal dunia perkotaan yang jauh lebih baik. Lagipula, ibuku pernah bilang langsung padaku,”Wid ibu disini bukannya enak-enakkan, ibu disini mencari uang untuk sekolahmu, jangan pernah berpikir kalau ibu tidak pernah memikirkanmu, ibu selalu memikirkanmu tiap malam, makan apa anakku disana? Buktinya ibu menelponmu tiap malam kan, terus bertanya sudah makan apa belum, ibu takut kamu tidak makan nak,”
Ya Tuhan, aku begitu menyesal sempat membenci ibuku, jika dibandingkan dengan betapa susahnya ia melahirkan aku dan kebencianku hanya karena hal itu, aku akan menangis sekuat-kuatnya, ibu.. maafkan aku.. anakmu yang tak tahu berterima kasih. Hanya bisa menuntut dan menyalahkanmu. Bu.. Aku terlalu bodoh untuk menyadari semua cinta yang kau berikan untukku. Harusnya dari dulu aku mensyukuri keberadaanmu yang meskipun kau tidak ada disampingku, namun kau selalu memperhatikanku lewat hatimu yang tulus dan tanpa pamrih. Buat kalian yang tinggal sama orang tua, bersyukurlah, karena kalian nggak akan pernah ngerasain yang namanya kangen ortu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

My Little Sistaa

My Little Sistaa
Her name is Nur Alvina Ilyas, born : Kuala Tungkal city, 7 November 2010 , 2:00 AM.