Senin, 25 Mei 2015

Love Forest



Suara rintikan hujan membangunkan tidur siangku. aku berjalan ke teras kamarku yang menghadap ke hutan belakang rumah kami. Dari sini hutan itu terlihat sangat jelas. Hujan semakin deras menimpa kaca jendela kamarku yang bening. Aku cepat-cepat menutup jendela itu. dari dalam aku kembali menikmati pemandangan hutan itu. kedua orang tuaku sedang tidak ada dirumah dan mungkin akan kembali 3 bulan lagi. Mereka keluar pulau untuk urusan bisnis. Awalnya mereka ingin mengajakku, tapi karena aku masih ujian kenaikan kelas terpaksa aku di tinggal. Papa dan mama tidak pernah membolehkanku memasuki hutan itu. mereka bilang aku akan hilang di tengah hutan itu. tapi kupikir itu berlebihan. Aku kan sudah menjadi gadis remaja bukan anak SD lagi. papa seorang pebisnis sementara mama adalah seorang akuntan. Mereka sangat menyukai alam, makanya mereka memutuskan untuk pindah kesini.
Hutan ini tidak menyeramkan seperti kebanyakan hutan, tapi menyimpan misteri yang dalam. Aku berencana memasukinya ketika ujian semesterku habis yaitu 2 hari lagi. dan aku berniat memasukinya seorang diri. Aku tidak cepat beradaptasi dengan lingkungan. Jadi, aku belum mempunyai teman dekat.  Aku keluar kamar  dan menuju meja makan. Setelah memanaskan lauk di microwave, aku mulai menyendok nasiku sambil melihat majalah tentang alam. Majalah seperti ini selalu ada dirumah. Sepertinya papa dan mama langgannan majalah ini setiap bulannya. Aku membaca artikel tentang beberapa tumbuhan langka yang biasa ada dihutan tropis. Jangan-jangan di dalam hutan itu ada tumbuhan seperti ini. Aku mengingat bentuk tanaman itu baik-baik. Mana tahu nanti aku menemukannya.
Tiba-tiba terdengar suara ribut-ribut benda jatuh dari kamarku. Jantungku langsung berdegup cepat. Ku tinggalkan makananku berlari menuju kamarku. Dan aku hanya melihat sebuah punggung berkemeja kotak-kotak warna biru menghilang diantara pohon-pohon di hutan itu. jantungku berdegup kian kencang. Aku mendekat ke teras. Di jendela ku ada beberapa cap tangan bekas tanah merah yang basah dan juga jejak-jejak kaki . aku berpikir keras. Mungkin kah ada orang lain yang tinggal di dalam  hutan itu. dan kenapa dia menghampiri rumahku. Apakah dia butuh pertolongan? Pertanyaanku tak terjawab begitu saja. Aku semakin ingin memasuki hutan itu.
***
Pagi minggu yang cerah. Aku sudah siap pergi ke hutan. Tak banyak yang ku bawa hanya kamera untuk memotret apa yang ku temui. Beberapa roti untuk makan ketika aku lapar dan air mineral. Aku memasukkannya ke dalam tas kecil. Aku memulai perjalananku dari teras rumahku. Aku menghirup nafas dalam-dalam. Terasa menyegarkan sekali. Ketika aku tinggal di kota, aku tidak menemukan udara seenak ini. Aku masih berjalan dan memotret hewan-hewan yang ku jumpai. Pohon-pohon yang rimbun menutupi sinar matahari pagi sehingga perjalananku kian menyenangkan.  Tanahnya lembab mungkin karena kurang mendapat panas dari matahari. Aku terus masuk ke dalam. Hutan ini semakin ke dalam semakin rimbun. Sehingga semakin kau melangkah ke dalam semakin gelap pemandangannya. Aku terus berjalan dengan ceria. Wajahku memancarkan senyum. Diam-diam aku bersyukur masih bisa menikamati ciptan tuhan ini. Dan aku sampai di sebuah tempat. Di tempat  itu kutemui banyak sekali kelinci. Mereka bermain dengan bebas dan tidak merasa terganggu dengan kehadiranku. Benar-benar menyenangkan melihat mereka berlarian di sela-sela kakiku. Warna bulunya kebanyakan hitam, putih atau campuran keduanya. Sampai aku melihat seekor yang berwarna kuning. Kelinci itu berada diantara kelinci-kelinci berwarna putih. Aku memotretnya dengan kameraku. Tiba-tiba saja kelinci itu berlari meninggalkan kawanannya. Ia masuk ke dalam hutan yang terlihat gelap dari tempatku berada sekarang. Tanpa sadar aku mengejarnya. Aku mengikuti kelinci itu sampai akhirnya aku berhasil menangkapnya. Aku mengelus-elus bulu kelinci itu. Deg! Aku sadar aku terlalu masuk kedalam hutan dan aku tersadar sekarang. Aku berputar melihat ke kiri dan ke kanan. Tidak ada jalan. Yang ada hanyalah semak-semak. Lihat ke kiri semak rimbun. Lihat ke kanan semak juga. Peganganku pada kelinci itu terlepas sehingga membuatnya melarikan diri kembali. Aku mulai pusing bagaimana menemukan jalan kembali.aku coba menembus satu persatu semak itu. tapi yang ku dapati hanya semak lagi. bukan jalan. Tiba-tiba saja terdengar bunyi gemuruh tanda hari akan hujan dan beberapa menit kemudian gemuruh itu berubah menjadi hujan deras yang turun bak air dituangkan dari ember. Aku mulai menangis. Aku sadar perkataan mama kalau aku anak cengeng itu benar. Sekarang aku menangis sejadi-jadinya. Air mataku bercampur dengan air hujan yang turun. Aku membayangkan kalau selamanya aku tinggal disini tanpa menemukan jalan keluar. Aku akan menua disini. Aku akan terus duduk disini menunggu pertolongan, memakan dedaunan untuk bertahan hidup. Ahh itu benar-benar tak pernah terbayangkan dalam hidupku. Hujan masih turun dengan derasnya. Pakaianku basah kuyup semuanya. Mungkin kameraku sudah rusak terkena air. Aku menangis lagi. aku teringat di kamera itu banyak foto-foto temanku sewaktu aku masih tinggal dikota.
  Tiba-tiba sebuah tangan menarikku menembus semak-semak itu. aku terkejut tapi karena aku memang mengharap pertolongan aku membiarkannya saja. Seorang pemuda kumal menarik yang tanganku. Ia menyeretku terus menembus hujan. Aku masih tak bisa melihat wajahnya. Karena ia selalu memandang ke depan.  Pemuda itu mengenakan baju rajutan berwarna biru yang sekilas seperti kemeja kotak-kotak. Aku jadi teringat punggung yang kulihat 2 hari yang lalu. Jangan-jangan laki-laki ini yang datang kerumahku kemarin. Aku mengamati tangannya yang mencengkram lenganku begitu hitam dan dekil, kuku-kukunya panjang dan berwarna hitam. Aku sedikit takut. Dari jauh aku bisa melihat sebuah gua sepertinya pemuda ini akan membawaku kesana dan ternyata benar. Ia makin mempercepat langkahnya dan aku terseok-seok mengikuti langkahnya yang cepat. Ia cepat-cepat masuk kedalam gua itu. aku pun mengikutinya. Laki-laki itu ternyata terus menundukkan kepalanya. Sehingga aku masih belum bisa melihat wajahnya. Aku mengeluarkan semua isi tasku yang basah kuyup. Ku keluarkan juga kameraku dan memang sudah rusak. Aku membuka sweater berwarna plum ku dan ku peras. Airnya banyak sekali. Kelakuanku mulai menarik perhatiannya. Ia mengangkat kepalanya dan aku bisa melihat wajahnya. Poninya yang basah menutupi sebagian keningnya. Rambutnya begitu tebal dan kotor seperti tidak pernah keramas. Ia pun duduk sambil memeluk lututnya. Aku mengamati wajahnya dengan seksama. Wajahnya lumayan tampan seandainya kotoran-kotoran dipipinya di bersihkan. Bibirnya tebal dan berbentuk bagus. Membuatnya terlihat seksi. Dan matanya. Matanya begitu polos, seperti mata Gliko, anjing peliharaan tetanggaku dikota dulu. Aku berhenti mengamatinya dan melihat tempat rotiku yang masih utuh. Ku buka tempatnya dan ku keluarkan sebuah roti lalu kuberikan padanya. Ia menerima rotiku takut-takut. Setelah mendapatkannya, ia langsung memakan rotiku dengan beringas seakan tak pernah makan selama 2 hari. Dalam hitungan detik semua rotiku sudah habis dimakannya. Aku bahkan belum memakannya. Aku hanya menatapnya dengan pandangan heran. Ia kembali ke posisinya yaitu duduk sambil memeluk lutut.
“Siapa namamu? “ tanyaku.
Ia hanya menatapku tajam. Kemudian kembali menunduk.
“Kenapa kau tidak menjawab pertanyaanku? Tapi baiklah terima kasih sudah membawaku kesini.” Kataku sambil tersenyum. Ya meskipun dia tidak melihatnya. Aku mendekatinya dan duduk tepat di sampingnya. Ia mengangkat kepalanya.
“Tolong beritahu aku siapa namamu!” pintaku lagi. kali ini ia mulai mendengarkanku. Ia mengambil sebatang ranting kering yang ada di dekat situ dan mulai menuliskan namanya. Ia menulis dengan sangat buruk tulisannya sangat sulit di baca, tapi aku masih bisa membacanya. Dani.
“D-A-N-I. Baiklah Dani, aku Fey. Aku pernah melihatmu di dekat rumahku, apakah kami butuh sesuatu waktu itu?” tanyaku lagi. ia menatapku dengan pandangan takut. Ia menarikku dan membawaku masuk ke gua lebih dalam.  Di dalamnya terdapat sebuah ruangan yang menakjubkan. Ruangan itu sebesar 4x9. Di sebelah kiriku terdapat permadani berwarna coklat dan diatasnya ada beberapa sofa tua yang sudah hampir rusak, ada juga sebuah tempat pembakaran disitu dan bebrapa baranya masih ada sehingga ruangan masih terasa hangat. Di sebelah kanan ada ranjang dari kayu dan beberapa lemari yang berisi tempurung-tempurung kelapa. Dan ada sebuah pintu kecil disitu. Bagaimana caranya membuat pintu digua yang terbuat dari batu  seperti ini?
Hujan semakin menderas diluar sana. Aku, entah bagaimana harus pulang. Perutku begitu lapar dan aku kedinginan. Bajuku lembab. Dani menatapku takut-takut. Ia mengerti aku sedang kedinginan. Dengan membungkuk Dani menuju ke sebuah kotak di sudut pintu gua itu dan mengambil sebuah pakaian dari dalamnya. Ia memberikannya padaku. Aku menerima baju itu ragu-ragu. Bagaimana kalau aku terkena penyakit kulit setelah memakai baju ini? Aku melihat baju itu lagi. meskipun lipatannya tidak begitu rapi, tapi baju ini bersih. Baju ini  sebuah gaun model barat jaman dulu yang berkerah renda dan tangannya menggelembung. Warnanya putih dan pink. Bagaimana dia bisa memiliki baju wanita? Jangan-jangan ini baju diambilnya dari wanita yang tersesat dihutan ini. Tapi baju ini sangat kuno. Tapi daripada aku masuk angin, ku putuskan memakai gaun ini. Aku mengganti baju di balik pintu jadi dia tak akan melihat sesuatu yang tidak boleh dilihatnya. Setelah mengganti baju aku mendekati Dani lagi. ia nampak tercengang melihatku berpakaian ini. Tiba-tiba Dani mengerang kesakitan. Aku tidak tahu apa yang terjadi tapi ia memegangi kepalanya dan terus mengaduh.ia menatapku sambil mengaduh kesakitan. Aku panik. Aku bingung apa yang harus kulakukan. Ia terus mengerang kesakitan. Tiba-tiba saja dia pingsan. Aku mengangkat tubuhnya dengan susah payah ke ranjang. Tubuhnya berat sekali. Aku memeriksa dahinya. Suhunya masih normal, aku menghembuskan nafas lega. Aku mengambil selimut yang tidak bisa di bilang selimut sih. Selimutnya hanya terbuat dari karung goni yang dibelah dua. Tapi lumayan hangat. Ku selimuti tubuhnya.
Aku melihat-lihat isi ruangan ini, bingung harus melakukan apa. Ada seikat ubi di sebelah kotak tempat ia mengambil baju tadi. Perutku berbunyi sekali lagi. akhirnya aku memutuskan untuk merebus ubi itu. setelah matang ku taruh diatas piring. Aku mengambil salah satu ubinya dan memakannya dengan lahap.
Setelah kenyang, tanpa kusadari aku tertidur dengan tangan terlipat di ranjang tempat Dani tertidur.
***
Dani tidak ada di tempat tidurnya! Aku baru saja terbangun dan tidak melihatnya dimana-mana. Aku keluar dari gua itu. dan ternyata ia ada disana sedang memandangi  rimbunan hutan yang seperti tidak bercelah. Bagaimana cara aku pulang? Apakah aku tidak akan pulang? Aku bertanya pada diriku sendiri. Aku mengedarkan pandanganku pada seluruh pemandangan yang membentang dihadapanku saat ini. Suara gemericik air terdengar ditelingaku. Aku berlari kearah suara air itu. Dani mengikutiku. Ternyata ada sebuah air terjun di belakang gua. Aku sangat menyukai air terjun, dan tentu saja aku senang menemukan ini. Aku segera menuruni bebatuan untuk bisa mencapai air terjun itu. Dani mengikuti gerakanku. Setelah sampai di tengah-tengah danau buatan air terjun itu aku tak sabar bermain air. Dani berdiri kaku sekitar beberapa meter dariku sambil melihatku. Aku tak tahu apa yang sedang ada dipikirannya. Tapi aku menyiprat-nyipratkan air ke arahnya. Ia hanya diam, dan dari matanya aku melihat tatapan takjub. Entah apa yang membuatnya takjub. Aku tersenyum dan mengajaknya supaya mendekat kedekatku. Ia tidak bergeming. Aku terpaksa mendekatinya dan membujuknya.
“Disana airnya lebih banyak, ayo kesana!” bujukku. Ku tarik lengannya manja. Hal ini seperti yang kulakukan pada mamaku kalau sedang menginginkan sesuatu. Karena gerakanku sendiri, kakiku terpleset dan aku kehilangan keseimbanganku. Aku berteriak takut jatuh, tubuhku sudah linglung. Membayangkan kalau aku jatuh, kepalaku akan menghempas bebatuan dan berdarah. Aku kembali berteriak panik. Aku menutup mataku pasrah. Tapi  kenapa tidak sakit. Aku membuka mataku untuk melihat keadaanku sendiri. Ternyata tangan  Dani menahan tubuhku yang hampir jatuh. Ia menatap mataku tanpa ekspresi di wajahnya. Buru-buru aku menegakkan tubuhku. Tak ingin terhanyut lebih lama. Aku kembali bermain air dan kali ini ia ikut menemaniku main air.
***
Aku menemukan sebuah gunting dan aku melihat rambut Dani yang sedikit panjang.
“Dani,akan ku gunting rambutmu!” seruku padanya. Aku mengambil sehelai kain dan memaksa Dani untuk duduk lalu mengikatkan kain itu pada lehernya. Aku mulai menggunting rambutnya.
“Aku tidak pernah mendengar suaramu, apa kau tidak bisa mengeluarkan suara?” Dani tidak menjawab. 
“Baiklah, aku anggap kau tidak bisa bersuara..” aku memukul kepalanya.
“Hei bicaralah! Ayo bicara!” teriakku sambil memukul kepalanya. Dani tidak bergeming. Matanya yang bulat terus menatapku. Aku mengontrol emosiku dan melanjutkan menggunting rambutnya. Beberapa saat kemudian aku menyelesaikan pekerjaanku.
“Adakah cara keluar dari sini?” gumamku. Aku tidak bisa lama-lama disini. Ini bukan hidupku. Dani masuk kedalam gua. Aku segera menyingkirkan alat-alat memotong rambut itu. ku sibakkan kerumunan tanaman-tanaman liar yang menghadang jalan di depanku. Tapi yang kulihat adalah sesuatu yang sering kulihat di dalam kandang, seekor macanm menggeram tepat 2 meter di depanku. Kakiku kaku tak bisa di gerakkan. Tubuhku gemetaran hebat. Aku tak bisa mengeluarkan suara sedikitpun. Macan itu menggeram aneh, ia memelototiku dan menyiapkan taringnya untuk mencabik-cabikku. Aku tahu, kalau aku lari dia akan  mengejarku. Dani tiba-tiba saja muncul di sampingku. Ia menggeram-geram aneh seolah sedang bicara pada macan itu. sesaat kemudian macan itu pergi menjauh. Akhirnya aku bisa bernafas lega. Aku takjub, ia seperti tarzan.
“Terima kasih Dani, kau benar-benar hebat, seperti tarzan, bisa bicara dengan macan..” pujiku tulus. Ia menatapku, lagi-lagi dingin tanpa ekspresi.
***
Hari mulai menjelang malam. Kami duduk berdampingan di atas rerumputan. Dari sini, aku bisa melihat banyak bintang. 15 menit berlalu  dalam lamunan masing-masing, aku mulai membuka pembicaraan.
“Aku begitu menyukai air terjun dan bintang. Mereka membuatku bersyukur tentang karunia tuhan. Kalau kamu suka apa?” Dani tidak bergeming sedikitpun.
“Ya, maafkan aku, aku seharusnya tidak mendesakmu untuk bicara. Oh ya tadi aku membuat sesuatu.” Aku bergegas masuk kedalam gua lalu beberapa menit kemudian keluar lagi. aku menyerahkan sebuah gelang dari benang wol yang tadi kubuat.
“Di sekolah aku diajarkan untuk membuat ini, dan kebetulan kau punya banyak benang wol dikotak kayu itu jadi aku membuatkannya sepasang, yang satu untukmu dan yang satu untukku. Di dalam kotak itu kulihat ada baju anak-anak, ada foto juga, kau yang menemukannya atau memang milikmu?” tanyaku tanpa menyadari perubahan ekspresi Dani.
“Kau membuka kotak itu?” tanyanya dengan suara tinggi. Aku mulai sadar, sesuatu telah terjadi.
“Kenapa?apa tidak boleh? Kenapa kau marah?” tanyaku heran. Aku tidak bisa dibentak, aku akan menangis jika dibentak dan mataku mulai panas.
“Pergi kau dari sini! Yang boleh melihat kotak itu hanya aku! Kau orang lain tidak boleh melihatnya!! Mengerti!” bentaknya.. air mataku menetes.
“Kenapa? Beri tahu aku alasannya..”
“Aku ingin kau lebih lama disini, tapi ternyata kau bertindak sangat jauh, kau bisa pulang sekarang.  Kau bisa lewat pintu belakang..”
Aku menemukan kenyataan lain.” Jadi kau tahu aku bisa pulang? Kau tahu jalan pulang ku? Kenpa kau tidak membiarkan aku pulang? Baiklah aku akan pulng, terima kasih sudah menolongku manusia hutan..” aku berlari menuju pintu kecil di dalam gua. Aku buka perlahan. Dan memang aku menemukan hutan tempatku berlari dulu. Air mataku menetes lagi.aku senang mendengar suaranya, tapi ternyata suara membuatnya begitu kejam, apa yang salah dengan kotak kecil itu. aku terus berjalan dan mendengar suara banyak orang memanggil namaku. Beberapa saat kemudian aku melihat segerombolan orang, rasa takut mulai menyergapku. Hari yang gelap membuatku tidak bisa melihat dengan jelas. Orang-orang itu membawa obor ditangan mereka. Ternyata diantara orang itu ada papaku. Ia langsung memelukku erat.
“Apa yang terjadi nak? Kenapa kamu pergi dari rumah? Lihat papa meminta bantuan para tetangga untuk mencarimu, kamu tidak apa-apa?” tanyanya. Aku melihat ke orang-orang itu ternyata memang tetanggaku. Ada pak Mat yang istrinya jualan sayur, ada pak Lim yang buka toko ems, dan lain-lain.
“Siapa dia? Apa dia yang menculikmu?” tanya papa. Aku bingung.
“Bapak-bapak silahkan beri pelajaran padanya, dan ayo kita pulang sekarang.” Apa maksud papa? Papa langsung menarikku pulang. Dan aku lihat bapak-bapak itu mengeroyoki entah apa. Jangan-jangan..
“Pa..”
“maafkan papa paa tidak akan meninggalkan kamu sendiri lagi sayang.. ayo cepat masuk mobil. Kita harus segera pindah dari rumah itu.”
Aku terkejut bukan main.
“Pindah?”
2 hari kemudian..
Kami masih asyik menata rumah baru kami. Saat itu papaku sedang menonton televisi. Aku tidak menonton karena masih asyik membereskan kamar baruku yang lumayan besar. Tapi suara TV itu terdengar jelas di kamarku.
Pemilik Retro perusahaan terbesar se Asia sekarang telah menemukan putranya yang 10 tahun lalu hilang di sebuah hutan. Ia sangat bersyukur akan itu.
***
10 tahun kemudian. Kejadian di hutan itu sudah menjadi kenangan yang hampir terlupakan, bahkan aku tidak bisa mengingat nama cowok itu, jani, lani, kani, pani, zani, entahlah.. aku juga tidak tahu apa yang terjadi padanya setelah itu. apa dia masih tinggal dihutan itu, dan akan tinggal disitu selamanya? Kurasa iya. Dia kan manusia hutan. Aku tidak ingin mengingatnya lagi, si orang aneh, dia membuatku muak.
Aku sudah menjadi seorang pebisnis seperti papaku sekarang. Meskipun aku suka terburu-buru, aku bekerja di kantor papaku sendiri. Rambutku sudah lebih panjang dari pada 10 tahun yang lalu. Kurasa aku lebih cantik sekarang.
Hari ini aku akan menjemput klien dari Spanyol. Dan aku bangun terlambat seperti biasanya. Aku buru-buru mandi dan melakukan semuanya dengan cepat.
Aku tiba di bandara. Sambil membawa papan nama klien ku. Mr.Daniel. entah seperti apa oragnya. Biasanya aku bertemu dengan klien-klien yang tua tapi sangat ramah.
1 jam kemudian..
Aku sudah menunggu 1 jam, tapi tidak ada orang bernama Daniel yang mendekatiku. Baru kali ini aku mengalaminya. Benar-benar menyebalkan. Semua penumpang sudah turun sekarang. Aku menghubungi papaku. Beberapa aat kemudian telponku di angkat.
“Pa! Klien yang namanya Daniel itu nggak muncul-muncul. Aku udah capek nih, jangan-jangan namanya bukan Daniel lagi pa..” aku marah-marah pada papaku. Meskipun usiaku sudah 24 tahun cara marahku masih seperti anak kecil.
“Iya, namanya memang bukan Daniel tapi Dani, apa salah info.” Dani! Mendengar nama itu aku langsung teringat kejadin itu lagi. entah kenapa aku jadi merasa rindu dengannya. Aku akan mengunjungi hutan itu lagi, kalau liburan nanti. Aku ingin menemuinya. Meskipun kami berpisah dalam keadaan tidak baik.
Tiba-tiba seseorang menyentuh bahuku.
“excuse me. What you from Lorenza official?(permisi. Apa kamu dari kantor Lorenza?)” tanya seorang cowok. Aku membalikkan badanku. Deg!
Kerinduan itu membuncah. Aku ingin memeluknya. Orang yang baru aku fikirkan tiba-tiba ada di depanku. Ku rasa ini mimpi. Atau halusinasiku. Tidak mungkin seorang manusia hutan bisa ada di sini, apalagi dengan pakaian mentereng. Cowok itu mengenakan pakaian serba hitam dan jas hitam, ia menenteng sebuah tas kerja. Pasti dia orang lain, bukankah ada 3 orang yang sama di dunia ini? Tapi orang itu sama terkejutnya denganku. Dan matanya masih mata gliko yang plos tapi sekarang terlihat lebih pintar. Dan hei! Aku membuang semua pikiran kalau dia bukan Dani. Dia Dani! Dani! Sifat cengengku keluar lagi, mataku memanas. Cowok itu memakai gelang wol yang kubuat untuk Dani dulu. Kini aku tidak tahu apa yang harus kulakukan. Aku hanya ingin memeluknya. Memeluknya! Dani menarik tubuhku dalam pelukannya. Aku menangis. Menangis tersedu-sedu.
“Untuk apa kau menangis? Untuk bertemu denganku? Atau ingat perpisahan kita ang salah paham satu sama lain? Atau karena aku memakai gelangmu? Atau untuk karena aku memelukmu? “ aku menggeleng.
“Untuk kenyataan ternyata aku sanagat merindukanmu, dan selama ini aku berusaha membohongi perasaan kalau aku selalu merindukanmu. Manusia hutan” kataku terisak-isak.
“Maaf, dulu aku begitu labil. Kalau ada yang mengungkit tentang kotak itu aku selalu teringat ibuku yang jatuh ke jurang di depan mataku. Satu-satunya petunjuk adalah kotak itu, maafkan aku. Tapi berkatmulah aku bertemu dengan ayahku lagi..”
Flashback..
Ketika dani dipukuli seorang bapak menghentikannya. Ia mendekat dan mengangkat wajah Dani untuk melihat lebih jelas.
“Kau Dani kan? Astaga!”
Ternyata dia anak buah ayah dani. Ia membawa Dani ke tempat ayahnya tinggal. Dan di situlah ia tahu, ternyata dulu ia hilang dan tidak ada yang tahu. ayahnya adalah presiden dari perusahaan terbesar se Asia, Retro. Dani dididik dan kemudian menjadi seperti sekarang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

My Little Sistaa

My Little Sistaa
Her name is Nur Alvina Ilyas, born : Kuala Tungkal city, 7 November 2010 , 2:00 AM.