Suara
rintikan hujan membangunkan tidur siangku. aku berjalan ke teras kamarku yang
menghadap ke hutan belakang rumah kami. Dari sini hutan itu terlihat sangat
jelas. Hujan semakin deras menimpa kaca jendela kamarku yang bening. Aku
cepat-cepat menutup jendela itu. dari dalam aku kembali menikmati pemandangan
hutan itu. kedua orang tuaku sedang tidak ada dirumah dan mungkin akan kembali
3 bulan lagi. Mereka keluar pulau untuk urusan bisnis. Awalnya mereka ingin
mengajakku, tapi karena aku masih ujian kenaikan kelas terpaksa aku di tinggal.
Papa dan mama tidak pernah membolehkanku memasuki hutan itu. mereka bilang aku
akan hilang di tengah hutan itu. tapi kupikir itu berlebihan. Aku kan sudah
menjadi gadis remaja bukan anak SD lagi. papa seorang pebisnis sementara mama
adalah seorang akuntan. Mereka sangat menyukai alam, makanya mereka memutuskan
untuk pindah kesini.
Hutan
ini tidak menyeramkan seperti kebanyakan hutan, tapi menyimpan misteri yang
dalam. Aku berencana memasukinya ketika ujian semesterku habis yaitu 2 hari
lagi. dan aku berniat memasukinya seorang diri. Aku tidak cepat beradaptasi
dengan lingkungan. Jadi, aku belum mempunyai teman dekat. Aku keluar kamar dan menuju meja makan. Setelah memanaskan
lauk di microwave, aku mulai menyendok nasiku sambil melihat majalah tentang
alam. Majalah seperti ini selalu ada dirumah. Sepertinya papa dan mama
langgannan majalah ini setiap bulannya. Aku membaca artikel tentang beberapa
tumbuhan langka yang biasa ada dihutan tropis. Jangan-jangan di dalam hutan itu
ada tumbuhan seperti ini. Aku mengingat bentuk tanaman itu baik-baik. Mana tahu
nanti aku menemukannya.
Tiba-tiba
terdengar suara ribut-ribut benda jatuh dari kamarku. Jantungku langsung
berdegup cepat. Ku tinggalkan makananku berlari menuju kamarku. Dan aku hanya
melihat sebuah punggung berkemeja kotak-kotak warna biru menghilang diantara
pohon-pohon di hutan itu. jantungku berdegup kian kencang. Aku mendekat ke
teras. Di jendela ku ada beberapa cap tangan bekas tanah merah yang basah dan
juga jejak-jejak kaki . aku berpikir keras. Mungkin kah ada orang lain yang
tinggal di dalam hutan itu. dan kenapa
dia menghampiri rumahku. Apakah dia butuh pertolongan? Pertanyaanku tak
terjawab begitu saja. Aku semakin ingin memasuki hutan itu.
***
Pagi
minggu yang cerah. Aku sudah siap pergi ke hutan. Tak banyak yang ku bawa hanya
kamera untuk memotret apa yang ku temui. Beberapa roti untuk makan ketika aku
lapar dan air mineral. Aku memasukkannya ke dalam tas kecil. Aku memulai
perjalananku dari teras rumahku. Aku menghirup nafas dalam-dalam. Terasa
menyegarkan sekali. Ketika aku tinggal di kota, aku tidak menemukan udara
seenak ini. Aku masih berjalan dan memotret hewan-hewan yang ku jumpai.
Pohon-pohon yang rimbun menutupi sinar matahari pagi sehingga perjalananku kian
menyenangkan. Tanahnya lembab mungkin
karena kurang mendapat panas dari matahari. Aku terus masuk ke dalam. Hutan ini
semakin ke dalam semakin rimbun. Sehingga semakin kau melangkah ke dalam
semakin gelap pemandangannya. Aku terus berjalan dengan ceria. Wajahku
memancarkan senyum. Diam-diam aku bersyukur masih bisa menikamati ciptan tuhan
ini. Dan aku sampai di sebuah tempat. Di tempat
itu kutemui banyak sekali kelinci. Mereka bermain dengan bebas dan tidak
merasa terganggu dengan kehadiranku. Benar-benar menyenangkan melihat mereka
berlarian di sela-sela kakiku. Warna bulunya kebanyakan hitam, putih atau
campuran keduanya. Sampai aku melihat seekor yang berwarna kuning. Kelinci itu
berada diantara kelinci-kelinci berwarna putih. Aku memotretnya dengan
kameraku. Tiba-tiba saja kelinci itu berlari meninggalkan kawanannya. Ia masuk
ke dalam hutan yang terlihat gelap dari tempatku berada sekarang. Tanpa sadar
aku mengejarnya. Aku mengikuti kelinci itu sampai akhirnya aku berhasil
menangkapnya. Aku mengelus-elus bulu kelinci itu. Deg! Aku sadar aku terlalu
masuk kedalam hutan dan aku tersadar sekarang. Aku berputar melihat ke kiri dan
ke kanan. Tidak ada jalan. Yang ada hanyalah semak-semak. Lihat ke kiri semak
rimbun. Lihat ke kanan semak juga. Peganganku pada kelinci itu terlepas
sehingga membuatnya melarikan diri kembali. Aku mulai pusing bagaimana
menemukan jalan kembali.aku coba menembus satu persatu semak itu. tapi yang ku
dapati hanya semak lagi. bukan jalan. Tiba-tiba saja terdengar bunyi gemuruh tanda
hari akan hujan dan beberapa menit kemudian gemuruh itu berubah menjadi hujan
deras yang turun bak air dituangkan dari ember. Aku mulai menangis. Aku sadar
perkataan mama kalau aku anak cengeng itu benar. Sekarang aku menangis
sejadi-jadinya. Air mataku bercampur dengan air hujan yang turun. Aku
membayangkan kalau selamanya aku tinggal disini tanpa menemukan jalan keluar.
Aku akan menua disini. Aku akan terus duduk disini menunggu pertolongan,
memakan dedaunan untuk bertahan hidup. Ahh itu benar-benar tak pernah
terbayangkan dalam hidupku. Hujan masih turun dengan derasnya. Pakaianku basah
kuyup semuanya. Mungkin kameraku sudah rusak terkena air. Aku menangis lagi.
aku teringat di kamera itu banyak foto-foto temanku sewaktu aku masih tinggal
dikota.
Tiba-tiba
sebuah tangan menarikku menembus semak-semak itu. aku terkejut tapi karena aku
memang mengharap pertolongan aku membiarkannya saja. Seorang pemuda kumal
menarik yang tanganku. Ia menyeretku terus menembus hujan. Aku masih tak bisa
melihat wajahnya. Karena ia selalu memandang ke depan. Pemuda itu mengenakan baju rajutan berwarna
biru yang sekilas seperti kemeja kotak-kotak. Aku jadi teringat punggung yang
kulihat 2 hari yang lalu. Jangan-jangan laki-laki ini yang datang kerumahku
kemarin. Aku mengamati tangannya yang mencengkram lenganku begitu hitam dan
dekil, kuku-kukunya panjang dan berwarna hitam. Aku sedikit takut. Dari jauh
aku bisa melihat sebuah gua sepertinya pemuda ini akan membawaku kesana dan
ternyata benar. Ia makin mempercepat langkahnya dan aku terseok-seok mengikuti
langkahnya yang cepat. Ia cepat-cepat masuk kedalam gua itu. aku pun
mengikutinya. Laki-laki itu ternyata terus menundukkan kepalanya. Sehingga aku
masih belum bisa melihat wajahnya. Aku mengeluarkan semua isi tasku yang basah
kuyup. Ku keluarkan juga kameraku dan memang sudah rusak. Aku membuka sweater
berwarna plum ku dan ku peras. Airnya banyak sekali. Kelakuanku mulai menarik
perhatiannya. Ia mengangkat kepalanya dan aku bisa melihat wajahnya. Poninya
yang basah menutupi sebagian keningnya. Rambutnya begitu tebal dan kotor
seperti tidak pernah keramas. Ia pun duduk sambil memeluk lututnya. Aku
mengamati wajahnya dengan seksama. Wajahnya lumayan tampan seandainya
kotoran-kotoran dipipinya di bersihkan. Bibirnya tebal dan berbentuk bagus.
Membuatnya terlihat seksi. Dan matanya. Matanya begitu polos, seperti mata
Gliko, anjing peliharaan tetanggaku dikota dulu. Aku berhenti mengamatinya dan
melihat tempat rotiku yang masih utuh. Ku buka tempatnya dan ku keluarkan
sebuah roti lalu kuberikan padanya. Ia menerima rotiku takut-takut. Setelah
mendapatkannya, ia langsung memakan rotiku dengan beringas seakan tak pernah
makan selama 2 hari. Dalam hitungan detik semua rotiku sudah habis dimakannya.
Aku bahkan belum memakannya. Aku hanya menatapnya dengan pandangan heran. Ia
kembali ke posisinya yaitu duduk sambil memeluk lutut.
“Siapa
namamu? “ tanyaku.
Ia
hanya menatapku tajam. Kemudian kembali menunduk.
“Kenapa
kau tidak menjawab pertanyaanku? Tapi baiklah terima kasih sudah membawaku
kesini.” Kataku sambil tersenyum. Ya meskipun dia tidak melihatnya. Aku
mendekatinya dan duduk tepat di sampingnya. Ia mengangkat kepalanya.
“Tolong
beritahu aku siapa namamu!” pintaku lagi. kali ini ia mulai mendengarkanku. Ia
mengambil sebatang ranting kering yang ada di dekat situ dan mulai menuliskan
namanya. Ia menulis dengan sangat buruk tulisannya sangat sulit di baca, tapi
aku masih bisa membacanya. Dani.
“D-A-N-I.
Baiklah Dani, aku Fey. Aku pernah melihatmu di dekat rumahku, apakah kami butuh
sesuatu waktu itu?” tanyaku lagi. ia menatapku dengan pandangan takut. Ia
menarikku dan membawaku masuk ke gua lebih dalam. Di dalamnya terdapat sebuah ruangan yang
menakjubkan. Ruangan itu sebesar 4x9. Di sebelah kiriku terdapat permadani
berwarna coklat dan diatasnya ada beberapa sofa tua yang sudah hampir rusak,
ada juga sebuah tempat pembakaran disitu dan bebrapa baranya masih ada sehingga
ruangan masih terasa hangat. Di sebelah kanan ada ranjang dari kayu dan
beberapa lemari yang berisi tempurung-tempurung kelapa. Dan ada sebuah pintu
kecil disitu. Bagaimana caranya membuat pintu digua yang terbuat dari batu seperti ini?
Hujan
semakin menderas diluar sana. Aku, entah bagaimana harus pulang. Perutku begitu
lapar dan aku kedinginan. Bajuku lembab. Dani menatapku takut-takut. Ia
mengerti aku sedang kedinginan. Dengan membungkuk Dani menuju ke sebuah kotak
di sudut pintu gua itu dan mengambil sebuah pakaian dari dalamnya. Ia
memberikannya padaku. Aku menerima baju itu ragu-ragu. Bagaimana kalau aku terkena
penyakit kulit setelah memakai baju ini? Aku melihat baju itu lagi. meskipun
lipatannya tidak begitu rapi, tapi baju ini bersih. Baju ini sebuah gaun model barat jaman dulu yang
berkerah renda dan tangannya menggelembung. Warnanya putih dan pink. Bagaimana
dia bisa memiliki baju wanita? Jangan-jangan ini baju diambilnya dari wanita
yang tersesat dihutan ini. Tapi baju ini sangat kuno. Tapi daripada aku masuk
angin, ku putuskan memakai gaun ini. Aku mengganti baju di balik pintu jadi dia
tak akan melihat sesuatu yang tidak boleh dilihatnya. Setelah mengganti baju
aku mendekati Dani lagi. ia nampak tercengang melihatku berpakaian ini.
Tiba-tiba Dani mengerang kesakitan. Aku tidak tahu apa yang terjadi tapi ia
memegangi kepalanya dan terus mengaduh.ia menatapku sambil mengaduh kesakitan.
Aku panik. Aku bingung apa yang harus kulakukan. Ia terus mengerang kesakitan.
Tiba-tiba saja dia pingsan. Aku mengangkat tubuhnya dengan susah payah ke
ranjang. Tubuhnya berat sekali. Aku memeriksa dahinya. Suhunya masih normal,
aku menghembuskan nafas lega. Aku mengambil selimut yang tidak bisa di bilang
selimut sih. Selimutnya hanya terbuat dari karung goni yang dibelah dua. Tapi
lumayan hangat. Ku selimuti tubuhnya.
Aku
melihat-lihat isi ruangan ini, bingung harus melakukan apa. Ada seikat ubi di
sebelah kotak tempat ia mengambil baju tadi. Perutku berbunyi sekali lagi.
akhirnya aku memutuskan untuk merebus ubi itu. setelah matang ku taruh diatas
piring. Aku mengambil salah satu ubinya dan memakannya dengan lahap.
Setelah
kenyang, tanpa kusadari aku tertidur dengan tangan terlipat di ranjang tempat
Dani tertidur.
***
Dani
tidak ada di tempat tidurnya! Aku baru saja terbangun dan tidak melihatnya
dimana-mana. Aku keluar dari gua itu. dan ternyata ia ada disana sedang memandangi rimbunan hutan yang seperti tidak bercelah.
Bagaimana cara aku pulang? Apakah aku tidak akan pulang? Aku bertanya pada
diriku sendiri. Aku mengedarkan pandanganku pada seluruh pemandangan yang
membentang dihadapanku saat ini. Suara gemericik air terdengar ditelingaku. Aku
berlari kearah suara air itu. Dani mengikutiku. Ternyata ada sebuah air terjun
di belakang gua. Aku sangat menyukai air terjun, dan tentu saja aku senang
menemukan ini. Aku segera menuruni bebatuan untuk bisa mencapai air terjun itu.
Dani mengikuti gerakanku. Setelah sampai di tengah-tengah danau buatan air
terjun itu aku tak sabar bermain air. Dani berdiri kaku sekitar beberapa meter
dariku sambil melihatku. Aku tak tahu apa yang sedang ada dipikirannya. Tapi
aku menyiprat-nyipratkan air ke arahnya. Ia hanya diam, dan dari matanya aku
melihat tatapan takjub. Entah apa yang membuatnya takjub. Aku tersenyum dan
mengajaknya supaya mendekat kedekatku. Ia tidak bergeming. Aku terpaksa
mendekatinya dan membujuknya.
“Disana
airnya lebih banyak, ayo kesana!” bujukku. Ku tarik lengannya manja. Hal ini
seperti yang kulakukan pada mamaku kalau sedang menginginkan sesuatu. Karena
gerakanku sendiri, kakiku terpleset dan aku kehilangan keseimbanganku. Aku
berteriak takut jatuh, tubuhku sudah linglung. Membayangkan kalau aku jatuh,
kepalaku akan menghempas bebatuan dan berdarah. Aku kembali berteriak panik.
Aku menutup mataku pasrah. Tapi kenapa
tidak sakit. Aku membuka mataku untuk melihat keadaanku sendiri. Ternyata
tangan Dani menahan tubuhku yang hampir
jatuh. Ia menatap mataku tanpa ekspresi di wajahnya. Buru-buru aku menegakkan
tubuhku. Tak ingin terhanyut lebih lama. Aku kembali bermain air dan kali ini
ia ikut menemaniku main air.
***
Aku
menemukan sebuah gunting dan aku melihat rambut Dani yang sedikit panjang.
“Dani,akan
ku gunting rambutmu!” seruku padanya. Aku mengambil sehelai kain dan memaksa
Dani untuk duduk lalu mengikatkan kain itu pada lehernya. Aku mulai menggunting
rambutnya.
“Aku
tidak pernah mendengar suaramu, apa kau tidak bisa mengeluarkan suara?” Dani
tidak menjawab.
“Baiklah,
aku anggap kau tidak bisa bersuara..” aku memukul kepalanya.
“Hei
bicaralah! Ayo bicara!” teriakku sambil memukul kepalanya. Dani tidak
bergeming. Matanya yang bulat terus menatapku. Aku mengontrol emosiku dan
melanjutkan menggunting rambutnya. Beberapa saat kemudian aku menyelesaikan
pekerjaanku.
“Adakah
cara keluar dari sini?” gumamku. Aku tidak bisa lama-lama disini. Ini bukan
hidupku. Dani masuk kedalam gua. Aku segera menyingkirkan alat-alat memotong
rambut itu. ku sibakkan kerumunan tanaman-tanaman liar yang menghadang jalan di
depanku. Tapi yang kulihat adalah sesuatu yang sering kulihat di dalam kandang,
seekor macanm menggeram tepat 2 meter di depanku. Kakiku kaku tak bisa di
gerakkan. Tubuhku gemetaran hebat. Aku tak bisa mengeluarkan suara sedikitpun.
Macan itu menggeram aneh, ia memelototiku dan menyiapkan taringnya untuk
mencabik-cabikku. Aku tahu, kalau aku lari dia akan mengejarku. Dani tiba-tiba saja muncul di
sampingku. Ia menggeram-geram aneh seolah sedang bicara pada macan itu. sesaat
kemudian macan itu pergi menjauh. Akhirnya aku bisa bernafas lega. Aku takjub,
ia seperti tarzan.
“Terima
kasih Dani, kau benar-benar hebat, seperti tarzan, bisa bicara dengan macan..”
pujiku tulus. Ia menatapku, lagi-lagi dingin tanpa ekspresi.
***
Hari
mulai menjelang malam. Kami duduk berdampingan di atas rerumputan. Dari sini,
aku bisa melihat banyak bintang. 15 menit berlalu dalam lamunan masing-masing, aku mulai
membuka pembicaraan.
“Aku
begitu menyukai air terjun dan bintang. Mereka membuatku bersyukur tentang
karunia tuhan. Kalau kamu suka apa?” Dani tidak bergeming sedikitpun.
“Ya,
maafkan aku, aku seharusnya tidak mendesakmu untuk bicara. Oh ya tadi aku
membuat sesuatu.” Aku bergegas masuk kedalam gua lalu beberapa menit kemudian
keluar lagi. aku menyerahkan sebuah gelang dari benang wol yang tadi kubuat.
“Di
sekolah aku diajarkan untuk membuat ini, dan kebetulan kau punya banyak benang
wol dikotak kayu itu jadi aku membuatkannya sepasang, yang satu untukmu dan
yang satu untukku. Di dalam kotak itu kulihat ada baju anak-anak, ada foto
juga, kau yang menemukannya atau memang milikmu?” tanyaku tanpa menyadari
perubahan ekspresi Dani.
“Kau
membuka kotak itu?” tanyanya dengan suara tinggi. Aku mulai sadar, sesuatu
telah terjadi.
“Kenapa?apa
tidak boleh? Kenapa kau marah?” tanyaku heran. Aku tidak bisa dibentak, aku
akan menangis jika dibentak dan mataku mulai panas.
“Pergi
kau dari sini! Yang boleh melihat kotak itu hanya aku! Kau orang lain tidak
boleh melihatnya!! Mengerti!” bentaknya.. air mataku menetes.
“Kenapa?
Beri tahu aku alasannya..”
“Aku
ingin kau lebih lama disini, tapi ternyata kau bertindak sangat jauh, kau bisa
pulang sekarang. Kau bisa lewat pintu
belakang..”
Aku
menemukan kenyataan lain.” Jadi kau tahu aku bisa pulang? Kau tahu jalan pulang
ku? Kenpa kau tidak membiarkan aku pulang? Baiklah aku akan pulng, terima kasih
sudah menolongku manusia hutan..” aku berlari menuju pintu kecil di dalam gua.
Aku buka perlahan. Dan memang aku menemukan hutan tempatku berlari dulu. Air
mataku menetes lagi.aku senang mendengar suaranya, tapi ternyata suara
membuatnya begitu kejam, apa yang salah dengan kotak kecil itu. aku terus
berjalan dan mendengar suara banyak orang memanggil namaku. Beberapa saat
kemudian aku melihat segerombolan orang, rasa takut mulai menyergapku. Hari
yang gelap membuatku tidak bisa melihat dengan jelas. Orang-orang itu membawa
obor ditangan mereka. Ternyata diantara orang itu ada papaku. Ia langsung
memelukku erat.
“Apa
yang terjadi nak? Kenapa kamu pergi dari rumah? Lihat papa meminta bantuan para
tetangga untuk mencarimu, kamu tidak apa-apa?” tanyanya. Aku melihat ke
orang-orang itu ternyata memang tetanggaku. Ada pak Mat yang istrinya jualan
sayur, ada pak Lim yang buka toko ems, dan lain-lain.
“Siapa
dia? Apa dia yang menculikmu?” tanya papa. Aku bingung.
“Bapak-bapak
silahkan beri pelajaran padanya, dan ayo kita pulang sekarang.” Apa maksud papa?
Papa langsung menarikku pulang. Dan aku lihat bapak-bapak itu mengeroyoki entah
apa. Jangan-jangan..
“Pa..”
“maafkan
papa paa tidak akan meninggalkan kamu sendiri lagi sayang.. ayo cepat masuk
mobil. Kita harus segera pindah dari rumah itu.”
Aku
terkejut bukan main.
“Pindah?”
2
hari kemudian..
Kami
masih asyik menata rumah baru kami. Saat itu papaku sedang menonton televisi.
Aku tidak menonton karena masih asyik membereskan kamar baruku yang lumayan
besar. Tapi suara TV itu terdengar jelas di kamarku.
Pemilik
Retro perusahaan terbesar se Asia sekarang telah menemukan putranya yang 10
tahun lalu hilang di sebuah hutan. Ia sangat bersyukur akan itu.
***
10
tahun kemudian. Kejadian di hutan itu sudah menjadi kenangan yang hampir
terlupakan, bahkan aku tidak bisa mengingat nama cowok itu, jani, lani, kani,
pani, zani, entahlah.. aku juga tidak tahu apa yang terjadi padanya setelah
itu. apa dia masih tinggal dihutan itu, dan akan tinggal disitu selamanya?
Kurasa iya. Dia kan manusia hutan. Aku tidak ingin mengingatnya lagi, si orang
aneh, dia membuatku muak.
Aku
sudah menjadi seorang pebisnis seperti papaku sekarang. Meskipun aku suka
terburu-buru, aku bekerja di kantor papaku sendiri. Rambutku sudah lebih
panjang dari pada 10 tahun yang lalu. Kurasa aku lebih cantik sekarang.
Hari
ini aku akan menjemput klien dari Spanyol. Dan aku bangun terlambat seperti
biasanya. Aku buru-buru mandi dan melakukan semuanya dengan cepat.
Aku
tiba di bandara. Sambil membawa papan nama klien ku. Mr.Daniel. entah seperti
apa oragnya. Biasanya aku bertemu dengan klien-klien yang tua tapi sangat
ramah.
1
jam kemudian..
Aku
sudah menunggu 1 jam, tapi tidak ada orang bernama Daniel yang mendekatiku.
Baru kali ini aku mengalaminya. Benar-benar menyebalkan. Semua penumpang sudah
turun sekarang. Aku menghubungi papaku. Beberapa aat kemudian telponku di
angkat.
“Pa!
Klien yang namanya Daniel itu nggak muncul-muncul. Aku udah capek nih,
jangan-jangan namanya bukan Daniel lagi pa..” aku marah-marah pada papaku.
Meskipun usiaku sudah 24 tahun cara marahku masih seperti anak kecil.
“Iya,
namanya memang bukan Daniel tapi Dani, apa salah info.” Dani! Mendengar nama
itu aku langsung teringat kejadin itu lagi. entah kenapa aku jadi merasa rindu
dengannya. Aku akan mengunjungi hutan itu lagi, kalau liburan nanti. Aku ingin
menemuinya. Meskipun kami berpisah dalam keadaan tidak baik.
Tiba-tiba
seseorang menyentuh bahuku.
“excuse
me. What you from Lorenza official?(permisi. Apa kamu dari kantor Lorenza?)”
tanya seorang cowok. Aku membalikkan badanku. Deg!
Kerinduan
itu membuncah. Aku ingin memeluknya. Orang yang baru aku fikirkan tiba-tiba ada
di depanku. Ku rasa ini mimpi. Atau halusinasiku. Tidak mungkin seorang manusia
hutan bisa ada di sini, apalagi dengan pakaian mentereng. Cowok itu mengenakan
pakaian serba hitam dan jas hitam, ia menenteng sebuah tas kerja. Pasti dia
orang lain, bukankah ada 3 orang yang sama di dunia ini? Tapi orang itu sama
terkejutnya denganku. Dan matanya masih mata gliko yang plos tapi sekarang
terlihat lebih pintar. Dan hei! Aku membuang semua pikiran kalau dia bukan
Dani. Dia Dani! Dani! Sifat cengengku keluar lagi, mataku memanas. Cowok itu
memakai gelang wol yang kubuat untuk Dani dulu. Kini aku tidak tahu apa yang
harus kulakukan. Aku hanya ingin memeluknya. Memeluknya! Dani menarik tubuhku
dalam pelukannya. Aku menangis. Menangis tersedu-sedu.
“Untuk
apa kau menangis? Untuk bertemu denganku? Atau ingat perpisahan kita ang salah
paham satu sama lain? Atau karena aku memakai gelangmu? Atau untuk karena aku
memelukmu? “ aku menggeleng.
“Untuk
kenyataan ternyata aku sanagat merindukanmu, dan selama ini aku berusaha
membohongi perasaan kalau aku selalu merindukanmu. Manusia hutan” kataku
terisak-isak.
“Maaf,
dulu aku begitu labil. Kalau ada yang mengungkit tentang kotak itu aku selalu
teringat ibuku yang jatuh ke jurang di depan mataku. Satu-satunya petunjuk
adalah kotak itu, maafkan aku. Tapi berkatmulah aku bertemu dengan ayahku
lagi..”
Flashback..
Ketika
dani dipukuli seorang bapak menghentikannya. Ia mendekat dan mengangkat wajah
Dani untuk melihat lebih jelas.
“Kau
Dani kan? Astaga!”
Ternyata
dia anak buah ayah dani. Ia membawa Dani ke tempat ayahnya tinggal. Dan di
situlah ia tahu, ternyata dulu ia hilang dan tidak ada yang tahu. ayahnya
adalah presiden dari perusahaan terbesar se Asia, Retro. Dani dididik dan
kemudian menjadi seperti sekarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar